Berhari-hari Fatimah Az Zahra berkeliling kota Madinah untuk
mencari tahu keberadaan siapa Mutiah itu dan dimana wanita yang dikatakan oleh
Nabi SAW. itu tinggal. Alhamdulillah dari informasi yang didapatkannya, Fatimah
mengetahui keberadaan dan tempat tinggal Mutiah di pinggiran kota Madinah.
Atas ijin suaminya Ali bin Abi Thalib, maka Fatimah Az Zahra
dengan mengajak Hasan putranya untuk bersilaturahmi ke rumah Mutiah pada pagi
hari. Sesampainya di rumah Mutiah, maka Fatimah yang sudah tidak sabar segera
mengetuk pintu rumah Mutiah dengan mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum ya ahlil bait.” Dari dalam rumah terdengar
jawaban seorang wanita, “Wa’alaikassalaam … siapakah diluar?” lanjutnya
bertanya. Fatimah menjawab, “Saya Fatimah putri Muhammad SAW.” Mutiah menjawab,
“Alhamdulillah, hari ini rumahku dikunjungi putri Nabi junjungan alam semesta.”
Segera Mutiah membuka sedikit pintu rumahnya, dan ketika Mutiah
melihat Fatimah membawa putra laki-lakinya yang masih kecil (dalam riwayat
masih berumur 5 tahun). Maka Mutiah kembali menutup pintu rumahnya kembali,
terkagetlah Fatimah dan bertanyalah putri Nabi SAW kepada Mutiah dari balik
pintu.
“Ada apa gerangan wahai Mutiah? Kenapa engkau menutup kembali
pintu rumahmu? Apakah engkau tidak mengijinkan aku untuk mengunjungi dan
bersilaturahim kepadamu?”
Mutiah dari balik pintu rumahnya menjawab, “Wahai putri Nabi,
bukannya aku tidak mau menerimamu di rumahku. Akan tetapi keberadaanmu bersama
dengan anak laki-lakimu Hasan, yang menurut ajaran Rasulullah tidak membolehkan
seorang istri untuk memasukkan laki-laki ke rumahnya ketika suaminya tidak ada
di rumah dan tanpa ijin suaminya. Walaupun anakmu Hasan masih kecil,
tetapi aku belum meminta ijin kepada suamiku dan suamiku saat ini tidak berada
dirumah. Kembalilah besok biar aku nanti meminta ijin terlebih dahulu kepada
suamiku.”
Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita
mulia ini, bahwa argumentasi Mutiah memang benar seperti yang diajarkan ayahnya
Rasulullah SAW. Akhirnya Fatimah pulang dengan hati yang bergejolak dan
merencanakan akan kembali besok hari.
Pada hari berikutnya ketika Fatimah akan berangkat ke rumah
Mutiah, Husein adik Hasan rewel tidak mau ditinggal dan merengek minta ikut
ibunya. Hingga akhirnya Fatimah mengajak kedua putranya Hasan dan Husein.
Dengan berpikir bahwa Mutiah sudah meminta ijin kepada suaminya atas
keberadaannya dengan membawa Hasan, sehingga kalau dia membawa Husein sekaligus
maka hal itu sudah termasuk ijin yang diberikan kepada Hasan karena Husein
berusia lebih kecil dan adik dari Hasan.
Namun ketika berada didepan rumah Mutiah, maka kejadian pada
hari pertama terulang kembali. Mutiah mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh
suaminya hanya untuk Hasan, akan tetapi untuk Husein Mutiah belum meminta ijin
suaminya.
Semakin galau hati Fatimah, memikirkan begitu mulianya wanita
ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah SAW. dan begitu tunduk dan tawaddu’ kepada
suaminya.
Pada hari yang ketiga, kembali Fatimah bersama kedua anaknya
datang ke rumah Mutiah pada sore hari. Namun kembali Fatimah mendapati kejadian
yang mencengangkan, dia terkagum. Mutiah didapati sedang berdandan sangat rapi
dan menggunakan pakaian terbaik yang dipunyai dengan bau yang harum, sehingga
Mutiah terlihat sangat mempesona.
Dalam kondisi seperti itu, Mutiah mengatakan kepada Fatimah
bahwa suaminya sebentar lagi akan pulang kerja dan dia sedang bersiap-siap
menyambutnya. Subhanallah, kita merindukan istri yang demikian. Yaitu ketika
suami pulang kerja dia berusaha menyambutnya dengan kondisi sudah mandi, sudah
berdandan, sudah memakai pakaian yang bagus, dan siap menyambut kedatangan
suami di halaman rumah dengan senyuman terindah penuh kasih dan sayang. Ya
Allah, jadikanlah istri-istri kami seperti Mutiah.
Akhirnya Fatimah pulang kembali dengan kekaguman yang tak
terperi kepada Mutiah. Dan pada hari yang keempat, Fatimah datang kembali ke
rumah Mutiah lebih sore dan berharap bahwa suaminya sudah berada di rumah atau
sudah pulang dari kerja. Dan Alhamdulillah memang pada saat Fatimah datang,
suami Mutiah baru saja sampai di rumah pulang dari kerja.
Fatimah dan kedua anaknya Hasan dan Husein dipersilahkan masuk
oleh Mutiah dan suaminya ke rumahnya. Fatimah melihat sebuah pemandangan yang
jauh lebih mengesankan dibanding dengan yang dihadapinya sejak hari pertama.
Mutiah sudah menyiapkan baju ganti yang bersih untuk suaminya, sambil menuntun
suaminya ke kamar mandi. Mutiah terlihat mulai melepaskan baju suaminya, dan
mereka berdua hilang masuk ke bilik kamar mandi. Dan yang dilakukan oleh Mutiah
adalah memandikan suaminya. Subhanallah… Tsumma Subhanallah.
Selesai memandikan suaminya, Fatimah menyaksikan Mutiah menuntun
suaminya menuju ke tempat makan. Dan suaminya sudah disiapkan makanan dan
minuman yang dimasaknya seharian. Sebelum memakan makanan yang sudah disiapkan,
Mutiah masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa cambuk sepanjang 2 meter
dan diberikan kepada suaminya dengan mengatakan.
“Wahai suamiku, seharian aku telah membuat makanan dan minuman
yang ada didepanmu. Sekiranya engkau tidak menyukai dan tidak berkenan atas
masakan yang aku buat, maka cambuklah diriku.”
Tanpa bertanya apa-apa, Fatimah sudah memahami apa yang
dikatakan oleh ayahnya Rasulullah SAW. tentang wanita pertama penghuni surga
setelah para istri Nabi yaitu Mutiah.
Fatimah pulang menangis haru dan bahagia karena sudah
mendapatkan jawaban bagaimana istri yang sholihah. Seperti yang ada pada diri
Mutiah, yang mendapatkan kehormatan sebagai wanita yang paling dahulu memasuki
surga Allah SWT.