Saturday, 29 December 2012
العلماء ورثة الأنبياء
Dari Kiri: Al-Habib Sholeh bin Ali Alattas (Tegal), Al-Habib M. Luthfi bin Yahya (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Jufriy (Tarim), Al-Habib Umar bin Hafidz (Tarim), Hadhratus Syekh KH. Ahmad Asrori bin Utsman Al-Ishaqiy (Surabaya), Al-Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf (Pasuruan), Syekh Hisyam Kabbani (Amerika).
Berdiri Sepanjang Maulid Nabi SAW
Orang Yang Lumpuh Karena Tidak Berdiri Ketika Membaca Maulid (saat Mahallul Qiyam).
Diceritakan oleh as-Sayyid ‘Alawi al-Maliki, bahwasanya ayahnya as-Sayyid ‘Abbas al-Maliki memberitahukan: Bahwasanya dia (Sayyid ‘Abbas) telah menghadiri sambutan Maulid Nabi SAW. di malam maulidnya Nabi SAW. di Baitul Maqdis. Di dalam majlis itu dibacakan Maulid al-Barzanji. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang beruban berdiri dengan penuh adab dari awal hingga akhir majlis. Tatkala beliau bertanya mengapa dia berdiri sedangkan usianya telah lanjut, maka dia menjawab; sesungguhnya dahulu dia tidak berdiri ketika disebut tentang kelahiran Nabi SAW., dan dia berkeyakinan bahwa maulid adalah bid’ah yang sesat.
Maka satu malam dia bermimpi, dalam mimpinya dia berserta dengan para jamaah (yang membaca maulid) bersiap untuk menyambut Rasulullah SAW. Maka tatkala datang kepada mereka Rasulullah SAW. yang mempunyai rupa paras bak bulan purnama, mereka lalu berdiri untuk menyambut beliau SAW., namun dia tidak mampu untuk berdiri, lantas berkata Baginda Rasulullah Saw. kepada lelaki yng tidak mau berdiri ketika membaca maulid tersebut: "Engkau tidak akan mampu untuk berdiri". Maka ketika dia bangun dari tidurnya, ia dapati tubuhnya dalam keadaan lumpuh dan keadaannya itu tidak berubah selama setahun. Maka dia bernadzar, seandainya Allah menyembuhkannya dari penyakitnya itu, dia akan berdiri dari awal pembacaan maulid hingga ke penghujungnya. Maka Allah menyembuhkan dia dari penyakitnya itu. Dan setelah itu dia senantiasa berdiri tatkala dibacakan maulid untuk memenuhi janji nadzarnya tersebut demi memuliakan Rasulullah SAW.
Diceritakan oleh as-Sayyid ‘Alawi al-Maliki, bahwasanya ayahnya as-Sayyid ‘Abbas al-Maliki memberitahukan: Bahwasanya dia (Sayyid ‘Abbas) telah menghadiri sambutan Maulid Nabi SAW. di malam maulidnya Nabi SAW. di Baitul Maqdis. Di dalam majlis itu dibacakan Maulid al-Barzanji. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang beruban berdiri dengan penuh adab dari awal hingga akhir majlis. Tatkala beliau bertanya mengapa dia berdiri sedangkan usianya telah lanjut, maka dia menjawab; sesungguhnya dahulu dia tidak berdiri ketika disebut tentang kelahiran Nabi SAW., dan dia berkeyakinan bahwa maulid adalah bid’ah yang sesat.
Maka satu malam dia bermimpi, dalam mimpinya dia berserta dengan para jamaah (yang membaca maulid) bersiap untuk menyambut Rasulullah SAW. Maka tatkala datang kepada mereka Rasulullah SAW. yang mempunyai rupa paras bak bulan purnama, mereka lalu berdiri untuk menyambut beliau SAW., namun dia tidak mampu untuk berdiri, lantas berkata Baginda Rasulullah Saw. kepada lelaki yng tidak mau berdiri ketika membaca maulid tersebut: "Engkau tidak akan mampu untuk berdiri". Maka ketika dia bangun dari tidurnya, ia dapati tubuhnya dalam keadaan lumpuh dan keadaannya itu tidak berubah selama setahun. Maka dia bernadzar, seandainya Allah menyembuhkannya dari penyakitnya itu, dia akan berdiri dari awal pembacaan maulid hingga ke penghujungnya. Maka Allah menyembuhkan dia dari penyakitnya itu. Dan setelah itu dia senantiasa berdiri tatkala dibacakan maulid untuk memenuhi janji nadzarnya tersebut demi memuliakan Rasulullah SAW.
Ahlul Bait
Sayyid Thohir Alauddin Al Jailani (Juru Kunci Makam Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Al Allamah Arifbillah Assayyid Thohir Alauddin Al Jailani Al Hasani adalah seorang ulama Qadariyyah yang menjadi juru kunci makam datuknya, Sulthan Aulya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau lahir di Baghdad tanggal 18 Juni 1932 M. Beliau merupakan keturunan ke-17 dari Sulthan Aulya, dan keturunan ke-28 dari Rasulullah SAW. Ayahnya adalah juru kunci makam Sulthan Aulya sebelumnya. Begitu juga dengan kakeknya, semasa hidupnya beliau manjadi juru kunci makam, sekaligus menjadi Perdana Menteri Iraq selama dua tahun setelah kekuasaan Khalifah Utsmaniyyah berakhir.
Nasabnya beliau adalah, Sayyid Thohir Alauddin Al Jailani bin Mahmud Hisamuddin bin Abdurrahman bin Ali bin Musthafa bin Sulaiman bin Zainuddin bin Muhammad bin Hisamuddin bin Nuruddin bin Waliyuddin bin Zainuddin bin Syarafuddin bin Syamsuddin bin Muhammad Al Hattaki bin Abdul Aziz bin Sulthan Aulya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bin Abu Shalih Musa bin Janki Dausat bin Yahya Azzahid bin Muhammad bin Daud bin Musa Al Juni bin Abdullah Al Mahdi bin Hasan Al Mutsana bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib yang menikah dengan Fathimah Azzahrah binti Rasulullah SAW.
Sayyid Thohir Alauddin mulai belajar ilmu agama kepada ayahnya, Sayyid Mahmud Hisamuddin Al Jailani, kemudian kepada seorang guru di Masjid Sultan Ali. Setelah itu melanjutkan ke Madrasah Darul Nizami dibawah bimbingan Syaikh Al Mullah Asad Affandi (Mufti wilayah Qasim, Iraq) dan Syaikh Kholil Al Baghdadi. Setelah lama belajar di Baghdad, pada tahun 1956 M, beliau hijrah menuju Pakistan dan menetap di Quetta hingga wafat. Kepindahan beliau dari Baghdad (Iraq) ke Pakistan bukan tanpa sebab, akan tetapi isyarah dari datuknya, Sulthan Aulya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang menyiratkan akan terjadinya sesuatu di Baghdad, dan benar, pada masa akhir hayat beliau terjadi perang di Baghdad.
Akhlak dan kepribadian Sayyid Thohir Alauddin ini begitu memukau dan mulia, sehingga banyak diantara para penguasa negeri Islam kala itu meminta beliau untuk menjadi menantunya. Diantara semua permintaan itu, beliau memilih Putri Sardar Yaar Khan Ahmad dari wilayah Kalat sebagai istrinya. Dari pernikahannya itu, beliau dikaruniai enam anak, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Diantara anak-anak laki-laki beliau adalah Sayyid Muhyiddin Mahmud (beliau mempunyai empat anak, Sayyid Thohir Hisamuddin, Sayyid Abdurrahman, Sayyid Saifuddin dan Sayyid Ahmad Nuruddin), Sayyid Jamaluddin Abdul Qadir (beliau mempunya satu anak, Sayyid Yahya Syamsuddin yang sempat menjadi Menteri Majelis Nasional Iraq) dan Sayyid Zainuddin Muhammad (beliau memiliki satu anak, Sayyid Thohir Alauddin)
Menjelang akhir hayatnya, Sayyid Thohir Alauddin menderita sakit parah hingga dirujuk ke Jerman oleh murid-muridnya. Beliau wafat disana pada hari Jum’at, tanggal 23 Dzulhijjah 1411 H (7 Juni 1991 M). Rencananya beliau akan dimakamkan di Baghdad, namun karena situasi di Baghdad dan Iraq umumnya sedang berlangsung peperangan, maka beliau dimakamkan di Lahore, Pakistan. Saking banyaknya pelayat yang datang, pemakaman selesai pukul 03.00 pagi.
Silsilah Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dari kitab Sirrul Asrar
A. Dari Ayahnya(Hasani)
1. Syekh Abdul Qodir adalah putra dari
2. Al-Imam Sayyid Abi Saleh Janaki Daosti, putra dari
3. Al-Imam Sayyid Abdillah, putra dari
4. Al-Imam Sayyid Yahya Az-Zahid, putra dari
5. Al-Imam Sayyid Muhammad, putra dari
6. Al-Imam Sayyid Daud, putra dari
7. Al-Imam Sayyid Musa, putra dari
8. Al-Imam Sayyid Abdillah, putra dari
9. Sayyid Musa Al-Jun, putra dari
10. Al-Imam Sayyid Abdillah Al-Mahdi, putra dari
11. Al-Imam Sayyid Hasa Al-Mutsana, putra dari
12. Al-Imam Sayyid Hasan As-Sibthi, putra dari
13. Al-Imam Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
B. Dari ibunya(Husaini)
1. Syekh Abdul Qodir adalah putra dari
2. Sayyidah Ummil Khoer Amatil Jabbar Fatimah, putri dari
3. Sayyid Abdillah Al-Suma’I Az-Zahid, putra dari
4. Sayyid Abi Jamaludin, putra dari
5. Sayyid Mahmud, putra dari
6. Sayyid Abul Atho-I Abdillah
7. Sayid Kamaludin isa, putra dari
8. Sayyid Imam Alaudin Muhammad Al-Jawwad, putra dari
9. Sayyid Imam Ali Ar-Ridha, putra dari
10. Sayyid Imam Musa Al-Kadzim, putra dari
11. Imam Ja’far Sadiq, putra dari
12. Imam Muhammad Al-Baqir, putra dari
13. Imam Zainal Abidin Ali, putra dari
14. Imam Husein Syahid Karbala, putra dari
15. Al-Imam Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Al Allamah Arifbillah Assayyid Thohir Alauddin Al Jailani Al Hasani adalah seorang ulama Qadariyyah yang menjadi juru kunci makam datuknya, Sulthan Aulya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau lahir di Baghdad tanggal 18 Juni 1932 M. Beliau merupakan keturunan ke-17 dari Sulthan Aulya, dan keturunan ke-28 dari Rasulullah SAW. Ayahnya adalah juru kunci makam Sulthan Aulya sebelumnya. Begitu juga dengan kakeknya, semasa hidupnya beliau manjadi juru kunci makam, sekaligus menjadi Perdana Menteri Iraq selama dua tahun setelah kekuasaan Khalifah Utsmaniyyah berakhir.
Nasabnya beliau adalah, Sayyid Thohir Alauddin Al Jailani bin Mahmud Hisamuddin bin Abdurrahman bin Ali bin Musthafa bin Sulaiman bin Zainuddin bin Muhammad bin Hisamuddin bin Nuruddin bin Waliyuddin bin Zainuddin bin Syarafuddin bin Syamsuddin bin Muhammad Al Hattaki bin Abdul Aziz bin Sulthan Aulya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bin Abu Shalih Musa bin Janki Dausat bin Yahya Azzahid bin Muhammad bin Daud bin Musa Al Juni bin Abdullah Al Mahdi bin Hasan Al Mutsana bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib yang menikah dengan Fathimah Azzahrah binti Rasulullah SAW.
Sayyid Thohir Alauddin mulai belajar ilmu agama kepada ayahnya, Sayyid Mahmud Hisamuddin Al Jailani, kemudian kepada seorang guru di Masjid Sultan Ali. Setelah itu melanjutkan ke Madrasah Darul Nizami dibawah bimbingan Syaikh Al Mullah Asad Affandi (Mufti wilayah Qasim, Iraq) dan Syaikh Kholil Al Baghdadi. Setelah lama belajar di Baghdad, pada tahun 1956 M, beliau hijrah menuju Pakistan dan menetap di Quetta hingga wafat. Kepindahan beliau dari Baghdad (Iraq) ke Pakistan bukan tanpa sebab, akan tetapi isyarah dari datuknya, Sulthan Aulya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang menyiratkan akan terjadinya sesuatu di Baghdad, dan benar, pada masa akhir hayat beliau terjadi perang di Baghdad.
Akhlak dan kepribadian Sayyid Thohir Alauddin ini begitu memukau dan mulia, sehingga banyak diantara para penguasa negeri Islam kala itu meminta beliau untuk menjadi menantunya. Diantara semua permintaan itu, beliau memilih Putri Sardar Yaar Khan Ahmad dari wilayah Kalat sebagai istrinya. Dari pernikahannya itu, beliau dikaruniai enam anak, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Diantara anak-anak laki-laki beliau adalah Sayyid Muhyiddin Mahmud (beliau mempunyai empat anak, Sayyid Thohir Hisamuddin, Sayyid Abdurrahman, Sayyid Saifuddin dan Sayyid Ahmad Nuruddin), Sayyid Jamaluddin Abdul Qadir (beliau mempunya satu anak, Sayyid Yahya Syamsuddin yang sempat menjadi Menteri Majelis Nasional Iraq) dan Sayyid Zainuddin Muhammad (beliau memiliki satu anak, Sayyid Thohir Alauddin)
Menjelang akhir hayatnya, Sayyid Thohir Alauddin menderita sakit parah hingga dirujuk ke Jerman oleh murid-muridnya. Beliau wafat disana pada hari Jum’at, tanggal 23 Dzulhijjah 1411 H (7 Juni 1991 M). Rencananya beliau akan dimakamkan di Baghdad, namun karena situasi di Baghdad dan Iraq umumnya sedang berlangsung peperangan, maka beliau dimakamkan di Lahore, Pakistan. Saking banyaknya pelayat yang datang, pemakaman selesai pukul 03.00 pagi.
Silsilah Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dari kitab Sirrul Asrar
A. Dari Ayahnya(Hasani)
1. Syekh Abdul Qodir adalah putra dari
2. Al-Imam Sayyid Abi Saleh Janaki Daosti, putra dari
3. Al-Imam Sayyid Abdillah, putra dari
4. Al-Imam Sayyid Yahya Az-Zahid, putra dari
5. Al-Imam Sayyid Muhammad, putra dari
6. Al-Imam Sayyid Daud, putra dari
7. Al-Imam Sayyid Musa, putra dari
8. Al-Imam Sayyid Abdillah, putra dari
9. Sayyid Musa Al-Jun, putra dari
10. Al-Imam Sayyid Abdillah Al-Mahdi, putra dari
11. Al-Imam Sayyid Hasa Al-Mutsana, putra dari
12. Al-Imam Sayyid Hasan As-Sibthi, putra dari
13. Al-Imam Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
B. Dari ibunya(Husaini)
1. Syekh Abdul Qodir adalah putra dari
2. Sayyidah Ummil Khoer Amatil Jabbar Fatimah, putri dari
3. Sayyid Abdillah Al-Suma’I Az-Zahid, putra dari
4. Sayyid Abi Jamaludin, putra dari
5. Sayyid Mahmud, putra dari
6. Sayyid Abul Atho-I Abdillah
7. Sayid Kamaludin isa, putra dari
8. Sayyid Imam Alaudin Muhammad Al-Jawwad, putra dari
9. Sayyid Imam Ali Ar-Ridha, putra dari
10. Sayyid Imam Musa Al-Kadzim, putra dari
11. Imam Ja’far Sadiq, putra dari
12. Imam Muhammad Al-Baqir, putra dari
13. Imam Zainal Abidin Ali, putra dari
14. Imam Husein Syahid Karbala, putra dari
15. Al-Imam Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Biografi Al-'Allahmah As-Syeikh Prof. Muhammad Ali As-Sobuni
Syekh Ali al-Shabuni ditetapkan sebagai Tokoh Muslim Dunia 2007 oleh DIQA. Nama besar Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-Shabuni. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 1347 H/1928 M alumnus Tsanawiyah al-Syari’ah. Syekh al-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, Syaikh Al-Shabuni sudah hafal Alquran. Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian al-Shabuni.
A. Guru-gurunya
Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Syaikh Jamil al-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti SyaikhMuhammad Najib Sirajuddin, Syaikh Ahmad al-Shama, Syaikh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.
B. Aktivitas Pendidikan
Untuk menambah pengetahuannya,Syaikh Ali al-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar,Syaikh al-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madr`sah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo.
Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.
Selepas dari Mesir, al-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, Syaikh ali al-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.
Disamping mengajar di kedua universitas itu, Syaikh Ali al-Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya dalam kuliah umum ini, oleh al-Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syaikh Ali ash-Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.
C. Aktivitas Organisasi
Disamping sibuk mengajar, Syaikh Ali Al-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah al-Tafaasir”. Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik, karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al-Qur’an, Al-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini.
D. Pemikiran dan karya-karya
Beliau adalah sosok ulama mufasir yang kreatif, menulis beberapa tentang tafsir, diantaranya:
1. Rawa’I al-Bayan fi Tasair Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an
Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat-ayat hukum didalam Al-Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar, ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini, telah dapat menghimpun karangan-karangan klasik dengan isis yang melimpah ruah serta ide dan fikiran yang subur, stu pihak dan karangan-karangan modern debgan gaya yang khas dalam segi penampilan, penyususnan, dan kemudian uslub dipihak lain
Selain itu, M. Ali al-Shabuni telah Nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama Islam mengenai pengertian ayat-ayat hokum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad saw., dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami). Dalam hubungan tersebut, pengarang kitab ini telah mengupas hikmah poligami dengan mendasarkan kupasannya kepada logika dan rasio, ditinjau dari beberapa segi juga dikupasnya masalah “hijab” (penutup badan bagi wanita), serta menyanggah dalam persoalan ini pendapat orang yang memperkenankan seorang wanita menampakan tangannya dan wajahnya dihadapan orang-orang lelaki yang bukan muhrim dengan alas an bahwa tangan dan wajah wanita tidak termasuk aurat. Beliau mengulangi pembahasan tersebut, ketika beliau membahas soal “hijab”. Beliau menolak pergaulan anatara lelaki dan perempuan bukan muhrim, dan mengambil bukti terhadap kebatilan pendapat-pendapat para pembela pergaulan bebas tersebut, dari keterangan keterangan tokoh-tokoh Barat sendiri dengan menambahkan pendapat-pendapat yang benar tentang terlarangnya pergaulan antara laki-laki dengan perempuan
2. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Al-Qur’an)
Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiyah di Makkah al-Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya
3. Para Nabi dalam Al-Qur’an
Judul aslinya yaitu; al-Nubuwah wa al-Anbiya. Berbeda dengan buku yang sudah ada (sebagai) buku terjemahan, buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh M. Ali ali al-Shabuni.
4. Qabasun min Nur Al-Qur’an (cahaya al-Qur’an)
Judul asli buku ini dalam bahasa Arabnya adalah; Qabasun min Nur Al-Qur’an dan diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi; Cahaya Al-Qur’an. Kitab tafsir ini, diantaranya disajikan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memeberikan kemaslahatan tesendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain.adapun bentuk penyajiannya ialah ayat-demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik. System penyusunan kitab ini serupa dengan kitab Shafwah al-Tafasir. Keseluruhan kitab Qabasun Min Nur Al-Qur’an ini terdiri dari delapan jilid yang edisi Indonesia atau terjemahannya juga mengikuti kitab aslinya yang berbahasa Ada Buku Bahasa Susanti ArabianMenurut kathur Suhardi, al-Sahabuni telah mengkompromikan antara atsar orang-orang salaf dan ijtihad orang-orang khalaf sehingga tersaji sebuah tafsir al-Ma’qul wa al-Ma’tsur, begitulah menurut istilah mereka, dan memeberikan berbagai hakikat yang menarik untuk disimak. Dengan begitu pembaca bisa melihat dua warna secara bersamaan.
5. Shafwah al-Tafasir
Salah satu tafsir al-Shabuni yang paling popular adalah Shafwah al-Tafasir, kitab ini terdiri dari tiga jilid didalamnya menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para pembaca).
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis resuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukan hanya untuk menghasilkan kebutuhan hidupn saja hari-harinya sedikit waktu untuk mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsure keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pemb9caraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.
Adapun karya yang lainnya adalah :Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan.
E. As-Shobuni dan Shofwah at-Tafasir
Shofwah at-Tafasir merupakan kitab tafsir karangan As-Shobuni. Beliau menyebutnyasebagai kumpulan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung alasan penamaan kitabnya ini beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasirkarena memuat inti dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih ringkas, tertib, mudah, jelas, dan lugas “. Tafsir-tafsir besar yang beliau ambil sebagai rujukan: tafsir at-Thobari, tafsir Kasyaf karya Zamakhsyari, tafsir Qurthubi, tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Bahrul Muhith karya Abi Hayyan, juga dari beberapa kitab tafsir lain dan buku-buku ulumul Qur’an. Dalam Muqoddimahnya, as-Shobuni sedikit curhat mengenai proses kreatif penulisan kitab tafsir ini, “aku merampungkan penulisan kitab ini selama lima tahun siang dan malam. Dan aku tidak menulis sesuatu dalam kitab tafsir ini kecuali setelah aku benar-benar membaca apa yang ditulis ulama-ulama tafsir pada kitab mereka. Sekaligus meneliti dengan sungguh-sungguh supaya aku bisa menilai mana diantara pendapat mereka yang paling benar lalu aku mengunggulkannya”.
Diantara alasan yang membuat penulis tafsir ini tergerak untuk menyusun kitab tafsirnya adalah banyaknya kitab tafsir dan ulumul Qur’an yang ditulis oleh para ulama, bahkan di antaranya merupakan kitab-kitab yang “gemuk” dan pastinya sangat berjasa membantu ulama dan masyarakat dalam memahami Al-Qur’an secara benar. Namun karena tingkat pendidikan dan kebudayaan manusia yang berbeda-beda, menjadikan di antara mereka masih merasa sulit menggapai pesan yang ingin disampaikan seorang mufassir dalam kitabnya. Nah, salah satu solusi mengatasi hal ini, maka seorang ulama dituntut untuk terus berusaha mempermudah dan meminimalisir kesulitan dalam kitab tafsirnya, supaya maknanya bisa lebih terjangkau masyarakat luas.
Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim Mahmud memberikan komentar tentang kitab ini, “Shofwah at-Tafasir adalah hasil penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar tafsir, kemudian ditulis ulang dengan mengambil pendapat terbaik dari kitab-kitab tersebut yang disusun secara ringkas dan mudah”. Begitu pun yang di sampaikan DR.Rosyid bin Rojih [‘amid kuliyyah Syari’ah dan Dirasat Islamiyyah universitas malik Abdul Aziz] tentangShofwah at-Tafasir, “ kitab ini sangat berharga, meringkas apa yang dikatakan ulama-ulama besar tafsir dengan menggunakan tata bahasa yang sederhana, tekhnik pengungkapan yang mudah dan lugas, disertai penjelasan dari segi kebahasaannya. Sungguh sangat memudahkan penuntut ilmu dalam memahaminya”. Adapun metode yang diterapkan As-Shobuni dalam tafsirnya:
a. Menjelaskan surat Al-Qur’an secara global, kemudian merinci maksud-maksud yang terkandung dalam surat tersebut
b. Menjabarkan hubungan antar ayat sebelum dan sesudahnya
c. Pembahasan tentang hal yang berhubungan dengan bahasa, seperti akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat yang diambil dari ungkapan orang arab
d. Pembahasan tentang Asbab an-Nuzul
e. Pembahsan tentang tafsir ayat
f. Pembahasan ayat dari segi Balaghohnya
g. Penjelasan faida-faidah yang bisa dipetik dari suatu ayat
A. Guru-gurunya
Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Syaikh Jamil al-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti SyaikhMuhammad Najib Sirajuddin, Syaikh Ahmad al-Shama, Syaikh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.
B. Aktivitas Pendidikan
Untuk menambah pengetahuannya,Syaikh Ali al-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar,Syaikh al-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madr`sah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo.
Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.
Selepas dari Mesir, al-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, Syaikh ali al-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.
Disamping mengajar di kedua universitas itu, Syaikh Ali al-Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya dalam kuliah umum ini, oleh al-Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syaikh Ali ash-Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.
C. Aktivitas Organisasi
Disamping sibuk mengajar, Syaikh Ali Al-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah al-Tafaasir”. Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik, karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al-Qur’an, Al-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini.
D. Pemikiran dan karya-karya
Beliau adalah sosok ulama mufasir yang kreatif, menulis beberapa tentang tafsir, diantaranya:
1. Rawa’I al-Bayan fi Tasair Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an
Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat-ayat hukum didalam Al-Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar, ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini, telah dapat menghimpun karangan-karangan klasik dengan isis yang melimpah ruah serta ide dan fikiran yang subur, stu pihak dan karangan-karangan modern debgan gaya yang khas dalam segi penampilan, penyususnan, dan kemudian uslub dipihak lain
Selain itu, M. Ali al-Shabuni telah Nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama Islam mengenai pengertian ayat-ayat hokum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad saw., dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami). Dalam hubungan tersebut, pengarang kitab ini telah mengupas hikmah poligami dengan mendasarkan kupasannya kepada logika dan rasio, ditinjau dari beberapa segi juga dikupasnya masalah “hijab” (penutup badan bagi wanita), serta menyanggah dalam persoalan ini pendapat orang yang memperkenankan seorang wanita menampakan tangannya dan wajahnya dihadapan orang-orang lelaki yang bukan muhrim dengan alas an bahwa tangan dan wajah wanita tidak termasuk aurat. Beliau mengulangi pembahasan tersebut, ketika beliau membahas soal “hijab”. Beliau menolak pergaulan anatara lelaki dan perempuan bukan muhrim, dan mengambil bukti terhadap kebatilan pendapat-pendapat para pembela pergaulan bebas tersebut, dari keterangan keterangan tokoh-tokoh Barat sendiri dengan menambahkan pendapat-pendapat yang benar tentang terlarangnya pergaulan antara laki-laki dengan perempuan
2. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Al-Qur’an)
Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiyah di Makkah al-Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya
3. Para Nabi dalam Al-Qur’an
Judul aslinya yaitu; al-Nubuwah wa al-Anbiya. Berbeda dengan buku yang sudah ada (sebagai) buku terjemahan, buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh M. Ali ali al-Shabuni.
4. Qabasun min Nur Al-Qur’an (cahaya al-Qur’an)
Judul asli buku ini dalam bahasa Arabnya adalah; Qabasun min Nur Al-Qur’an dan diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi; Cahaya Al-Qur’an. Kitab tafsir ini, diantaranya disajikan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memeberikan kemaslahatan tesendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain.adapun bentuk penyajiannya ialah ayat-demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik. System penyusunan kitab ini serupa dengan kitab Shafwah al-Tafasir. Keseluruhan kitab Qabasun Min Nur Al-Qur’an ini terdiri dari delapan jilid yang edisi Indonesia atau terjemahannya juga mengikuti kitab aslinya yang berbahasa Ada Buku Bahasa Susanti ArabianMenurut kathur Suhardi, al-Sahabuni telah mengkompromikan antara atsar orang-orang salaf dan ijtihad orang-orang khalaf sehingga tersaji sebuah tafsir al-Ma’qul wa al-Ma’tsur, begitulah menurut istilah mereka, dan memeberikan berbagai hakikat yang menarik untuk disimak. Dengan begitu pembaca bisa melihat dua warna secara bersamaan.
5. Shafwah al-Tafasir
Salah satu tafsir al-Shabuni yang paling popular adalah Shafwah al-Tafasir, kitab ini terdiri dari tiga jilid didalamnya menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para pembaca).
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis resuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukan hanya untuk menghasilkan kebutuhan hidupn saja hari-harinya sedikit waktu untuk mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsure keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pemb9caraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.
Adapun karya yang lainnya adalah :Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan.
E. As-Shobuni dan Shofwah at-Tafasir
Shofwah at-Tafasir merupakan kitab tafsir karangan As-Shobuni. Beliau menyebutnyasebagai kumpulan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung alasan penamaan kitabnya ini beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasirkarena memuat inti dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih ringkas, tertib, mudah, jelas, dan lugas “. Tafsir-tafsir besar yang beliau ambil sebagai rujukan: tafsir at-Thobari, tafsir Kasyaf karya Zamakhsyari, tafsir Qurthubi, tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Bahrul Muhith karya Abi Hayyan, juga dari beberapa kitab tafsir lain dan buku-buku ulumul Qur’an. Dalam Muqoddimahnya, as-Shobuni sedikit curhat mengenai proses kreatif penulisan kitab tafsir ini, “aku merampungkan penulisan kitab ini selama lima tahun siang dan malam. Dan aku tidak menulis sesuatu dalam kitab tafsir ini kecuali setelah aku benar-benar membaca apa yang ditulis ulama-ulama tafsir pada kitab mereka. Sekaligus meneliti dengan sungguh-sungguh supaya aku bisa menilai mana diantara pendapat mereka yang paling benar lalu aku mengunggulkannya”.
Diantara alasan yang membuat penulis tafsir ini tergerak untuk menyusun kitab tafsirnya adalah banyaknya kitab tafsir dan ulumul Qur’an yang ditulis oleh para ulama, bahkan di antaranya merupakan kitab-kitab yang “gemuk” dan pastinya sangat berjasa membantu ulama dan masyarakat dalam memahami Al-Qur’an secara benar. Namun karena tingkat pendidikan dan kebudayaan manusia yang berbeda-beda, menjadikan di antara mereka masih merasa sulit menggapai pesan yang ingin disampaikan seorang mufassir dalam kitabnya. Nah, salah satu solusi mengatasi hal ini, maka seorang ulama dituntut untuk terus berusaha mempermudah dan meminimalisir kesulitan dalam kitab tafsirnya, supaya maknanya bisa lebih terjangkau masyarakat luas.
Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim Mahmud memberikan komentar tentang kitab ini, “Shofwah at-Tafasir adalah hasil penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar tafsir, kemudian ditulis ulang dengan mengambil pendapat terbaik dari kitab-kitab tersebut yang disusun secara ringkas dan mudah”. Begitu pun yang di sampaikan DR.Rosyid bin Rojih [‘amid kuliyyah Syari’ah dan Dirasat Islamiyyah universitas malik Abdul Aziz] tentangShofwah at-Tafasir, “ kitab ini sangat berharga, meringkas apa yang dikatakan ulama-ulama besar tafsir dengan menggunakan tata bahasa yang sederhana, tekhnik pengungkapan yang mudah dan lugas, disertai penjelasan dari segi kebahasaannya. Sungguh sangat memudahkan penuntut ilmu dalam memahaminya”. Adapun metode yang diterapkan As-Shobuni dalam tafsirnya:
a. Menjelaskan surat Al-Qur’an secara global, kemudian merinci maksud-maksud yang terkandung dalam surat tersebut
b. Menjabarkan hubungan antar ayat sebelum dan sesudahnya
c. Pembahasan tentang hal yang berhubungan dengan bahasa, seperti akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat yang diambil dari ungkapan orang arab
d. Pembahasan tentang Asbab an-Nuzul
e. Pembahsan tentang tafsir ayat
f. Pembahasan ayat dari segi Balaghohnya
g. Penjelasan faida-faidah yang bisa dipetik dari suatu ayat
Syair Doa KH. Abdul Hamid Pasuruan
بسم الله الرّحمن الرّحيم
يَا رَبَّنا اعْتَرَفْنا * بِأَنَّنَا اقْتَرَفْنَا
Wahai Tuhan kami! kami mengakui telah berbuat dosa
وَاَنَّنَا اَسْرَفْنَا * عَلَى لَظَى اَشْرَفْنَا
Sungguh kami telah melampaui batas dan kami hampir masuk neraka ladho
فَتُبْ عَلَيْنَا تَوْبَةْ * تَغْسِلْ لِكُلِّ حَوْبَةْ
Maka berilah kami taubat, sucikanlah kami dari segala dosa
وَاسْتُرْ لَنَا الْعَوْرَاتِ * وَاَمِنِ الرَّوْعَاتِ
Tutuplah segala keburukan kami, amankanlah dari segala ketakutan
وَاغْفِرْ لِوَالِدِيْنَا * رَبِّ وَمَوْلُوْدِيْنَا
Wahai Tuhan ampunilah orang tua kami dan anak-anak kami
وَالْاَلِ وَالْاِخْوَانِ * وَسَائِرِالْخِلَّانِ
Ampunilah keluarga, teman-teman dan semua saudara
وَكُلِّ ذِيْ مَحَبَّةَ * أَوْ جِيْرَةٍ أَوْ صُحْبَحْ
Ampunilah kekasih, tetangga dan semua sahabat
وَالْمُسْلِمِيْنَ اَجْمَعْ * اَمِيْنَ رَبِّ اِسْمَعْ
serta semua muslim, Wahai Tuhan semoga Kau dengar kau kabulkan
فَضْلًا وَجُوْدًا مَّنَّا * لَا بِاكْتِسَابٍ مِنَّا
Dengan anugrah, kemurahan, dan kemuliaanMu, bukanlah sebab usaha kami
Dengan anugrah, kemurahan, dan kemuliaanMu, bukanlah sebab usaha kami
بِاالْمُصْطَفَى الرَّسُوْلِ * نَحْظَى بِكُلِّ سُوْلِ
Dengan wasilah Rasul Terpilih, kami peroleh segala permintaan
صَلَّى وَسَلَّمْ رَبِّ * عَلَيْهِ عَدَّ الْحَبِّ
Semoga Allah memberi rahmat dan keselamatan kepada Rasul sebanyak bijian (sebanyak-banyaknya).
وَاَلِهِ وَالصَّحْبِ * عَدَدَ طَشِّ السُّحْبِ
Kepada dan keluarganya sebanyak rintikan hujan yang turun
وَالْحَمْدُ لِلْاِلَهِ * فِيْ الْبَدْءِ وَالتَّنَاهِى
Segala puji bagi Allah dari permulaan dan penghabisan
Doa Minta Mimpi Rasulullah SAW??
Tiada doa untuk meminta supaya dapat bermimpi Rasulullah SAW melainkan orang yang amat cinta pada Nabi SAW. Mereka selalu berselawat 1000 dan ke atas setiap hari kerana mereka sayang pada Rasulullah SAW. Jadi, kita kena banyakkanlah berselawat pada Rasulullah SAW bukan niat kerana nak mimpi Baginda SAW tetapi kerana SAYANG kepada baginda SAW. Ini supaya apabila kita dapat bermimpi baginda, kita tidak jadi Riya', Sum'ah dan sebagainya yang merugikan kita. Ingat, dapat bermimpi Rasulullah SAW adalah suatu pemberian oleh Allah, kalau kita tak dapat jumpa Rasulullah SAW di dunia, insyaAllah kita akan bertemu dengan baginda Rasulullah SAW di akhirat kelak.
19 huruf بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Habib Munzir Bin Fuad Al-Musawa
19 huruf, terpadu dari 19 huruf, dan 19 huruf ini juga diriwayatkan dalam tafsir Imam Qurtuby, bahwa ini menunjukan jumlah kaum Hawariyyin, orang orang yang mendukung Nabiyallah 'Isa'alaihishsholatu wassalam di masa itu maksudnya بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
19 huruf itu isyarah bagi orang orang nasrani bahwa Allah mengetahui berapa yang menolong Nabiyallah 'Isa 'alaihishsholatu wassalam, yaitu 19 orang Hawariyyiin yang disebut dalam firman Allahsubhanahu wa ta'ala
قَالَ عِسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلحَوَارِيِّنَ مَنْ أَنْصَارِيْ إِلَى اللهِ قَالَ الحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللهِ...........
itu 19 orang, lalu berkata Nabiyallah 'Isa, "maukah diantara kalian berkorban? ia nanti wajahnya seperti wajahku dan ia akan dihukum mati dan kujanjikan baginya surga", kemudian satu maju dari 19, maka ketika mereka ingin menangkap Nabiyallah 'Isa, (dalam riwayat Imam Qurtuby dan Imam Thabrany dalam tafsirnya), disaat itu Allah secepatnya mengangkat Nabiyallah 'Isa ke langit, diangkat oleh Allah subhanahu wa ta'ala,
وَمَا قَتَلُوهُ وَ مَا صَلَبُوْهُ وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ
Nabiyallah 'Isa tidak dibunuh dan tidak disalib, akan tetapi satu orang wajahnya dirubah oleh Allah mirip dengan Nabiyallah 'Isa, dalam Tafsir Imam Qurtuby dan Thabrany mengatakan itu adalah salah satu dari kaum Hawariyyin, mereka tidak percaya, ketika Hawariyyun mengatakan bahwa "itu bukanlah Nabiyallah 'Isa akan tetapi itu salah satu dari kami," maka dihitung jumlahnya ternyata jumlah mereka 18, satu tidak ada kemana? sudah dirubah oleh Allah wajahnya mirip Nabiyallah 'Isa ibn Maryam 'alaihishsholatu wassalam, oleh sebab itu, بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ itu 19 huruf
Mutiara Kata~
Kalam Mutiara Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz BSA
اَمَْلئ قَلْبَكَ بِمَحَبَّةِ إِخْواَنِكَ يَنْجَبِرْ وَنُقْصاَنُكَ يَرْتَفِعْ عِنْدَاللهِ شأْنَكَ
Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah.
مَنْ كاَنَ أَعْرَفْ كاَنَ أَخْوَف
Barangsiapa semakin mengenal kepada Allah niscaya akan semakin takut.
مَنْ لَمْ يُجاَلِسْ مُفْلِحُ كَيْفَ يُفْلِحُ ومَنْ جاَلَسَ مُفْلِحُ كَيْفَ لاَ يُفْلِحُ
Barangsiapa yang tidak mau duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung. Barangsiapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.
مَنْ كاَنَ سَيَلْقَى فِيْ الْمَوْتِ الْحَبِيْبَ فَالْمَوْتُ عِيْداً لَهُ
Barangsiapa menjadikan kematiannya sebagai pertemuan dengan Sang Kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.
مَنْ صَدَّقَ باِلرِّساَلَةِ خَدَمَهاَ
مَنْ صَدَّقَ باِلرِّساَلَةِ تَحَمَّلْ مِنْ أَجْلِهاَ
مَنْ صَدَّقَ باِلرِّساَلَةِ بَدَّلَ ماَلَهُ وَ نَفْسَهُ مِنْ شأْنِهاَ
Barangsiapa percaya pada Risalah (terutusnya Rasulullah), maka ia akan mengabdi padanya. Dan barangsiapa percaya pada Risalah, maka ia akan menanggung (sabar) karenanya. Dan barangsiapa yang membenarkan risalah, maka ia akan mengorbankan jiwa dan hartanya untuknya.
كُلُّ واَحِدٍ قُرْبُهُ فِيْ الْقِياَمَةِ مِنَ الأَ نْبِياَءِ عَلَى قَدْرِ إِهْتِماَمِهِ بِهَذِهِ الدَّعْوَةِ
Kedekatan seseorang dengan para Nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini.
ماَ أَعْجَبَ الأَرْضُ كُلُّهاَ عِبْرَةٌ لاَ أَظُنَّ يُوْجَدُ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ إِلاَّ شِبْراً وَلِلْعاَقِلِ فِيْهِ عِبْرَةٌ إِذاَ اعْتُبَرَ
Betapa anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ‘ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya.
خَيْرُ النَّفْسِ مُخاَلَفَتُهاَوَ شَرُّ النَّفْسِ طاَعَتُهاَ
Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.
مِنْ دُوْنِ قَهْرِ النُّفُوْسِ ماَيَصِلُ الإِنْساَنُ إِلَى رَبِّهِ قَطٌّ قَطٌّ قَطٌّ وَالْقَرْبُ مِنَ اللهِ عَلَى قَدْرِ تَصْفِيَةِ النُّفُوْسِ
Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya.
إِذاَ انْفُتِحَتِ الْقُلُوْبُ حَصَلَ الْمَطْلُوْبَ
Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan.
مَنْ كاَنَ لَهُ بِحاَرٌ مِنَ الْعِلْمِ ثُمَّ وَقَعَتْ قِطْرَةٌ مِنَ الْهَوَى لَفَسَدَتْ
Barangsiapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.
لَحْظَةٌ مِنْ لَحَظَاتِ الْخِدْمَةِ خَيْرٌ مِنْ رُؤْيَةِ الْعَرْشِ وَ ماَ فِيْهِ أَلْفَ مَرَّةٍ
Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian), lebih baik daripada melihat ‘Arsy dan seisinya seribu kali.
الإِ نْطِواَءُ فِيْ الشَّيْخِ مُقَدِّمَةٌ لِلْإِ نْطِواَءِ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالْإِ نْطِواَءُ فِيْ الرَّسُوْلِ مُقَدِّمَةٌ لِلْفَناَءِ فِي اللهِ
Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah Saw. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah Saw. merupakan permulaan untuk fana’ pada Allah (lupa selain Allah).
لَمْ يَزَلِ النَّا سُ فِي كُلِّ وَقْتٍ ماَ بَيْنَ صِنْفَيْنِ : صِنْفُ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ وَ صِنْفُ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ الْجُحُوْدِ
Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan, golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud dan golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.
مَنْ طَلَبَ غاَلِى باِلْبَدْلِ لاَ يُباَلِيْ
Barangsiapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan.
إِنَّ لِلسَّجُودِ حَقِيْقَةٌ إِذاَ ناَزَلَتْ أَنْواَرُهاَ قَلْبَ الْعَبْدِ ظَلَّ الْقَلْبِ ساَجِداً أَبَداً فَلاَ يَرْفَعُ عَنِ السُّجُودِ
Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya.
قاَلَ فِيْ شَأْنِ دَعْوَةٍ : الواَجِبُ أَنْ نَكُوْنَ كُلَّناَ دَعاَةً وَلَيْسَ بِواَجِبٍ أَنْ نَكُوْنَ قُضاَةً أَوْ مُفْتِيَيْنِ ( قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ) فَهَلْ نَحْنُ تَبِعْناَهُ أَوْ ماَ تَبِعْناَهُ ؟ فاَلدَّعْوَةُ مَعْناَهاَ : نَقْلُ النَّاسِ مِنَ الشَّرِّ إِلَى الْخَيْرِ وَ مِنَ الْغَفْلَةِ إِلَى الذِّ كْرِ وَ مِنَ الإِدْباَرِ إِلَى الإِقْباَلِ وَ مِنَ الصِّفَاتِ الذَّمِيْمَةِ إِلَى الصِّفَاتِ الصاَّ لِحاَتِ
Beliau berkata tentang dakwah, “Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi da’i dan tidak harus menjadi qadhi atau mufti. “Katakanlah wahai Muhammad Saw.: “Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas; aku dan pengikutku).” Apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.
الشَّيْطاَنُ يَتَفَقَّدُ أَصْحاَبَهُ وَ الرَّ حْمَنُ يَرْعَى أَحْباَبَهُ
Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah menjaga kekasih-kekasihNya.
كُلُّماَ عَظُمَتِ الْعِباَداَتِ خَفَّتِ الْعاَداَتُ وَ كُلُّماَ عَظُمَتِ الْعِباَدَةُ فِي الْقَلبِ خَرَجَتْ عَظَمَةُ الْعاَدَةِ
Apabila ibadah agung bagi seseorang maka ringanlah adat (kebiasaan) baginya dan apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka akan keluarlah keagungan adat darinya.
إِذاَ صَحَّ الْخُرُوْجُ حَصَلَ بِهِ الْعُرُوْجُ
Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke derajat yang tinggi.
أَخْرِجْ خَوْفَ الْخلْقِ مِنْ قَلبِكَ تَشْتَرِحْ بِخَوْفِ الْخلْقِ
وَ أَخْرِجْ رَجاَءَ الْخلْقِ مِنْ قَلبِكَ تَسْتَلِدَّ بِرَجاَءِ الْخلْقِ
Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada Khaliq (Pencipta). Dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Sang Khaliq.
كَثْرَةُ الصَّفاَ طِ وَ كَثْرَةُ الْمِزاَحِ عَلاَمَةُ خُلُوِّ الْقَلبِ عَنْ تَعْظِيْمِ اللهِ تَعاَلَى وَ عَلاَمَةُ ضَعْفِ الإِيْماَنِ
Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari lemahnya iman.
حَقِيْقَةُ التَّوْحِيْدِ قِراَءَةُ الْقُرْآنِ باِلتَّدَبُّرِ وَقِياَمُ اللَّيْلِ
Hakikat tauhid adalah membaca al-Qur’an dengan merenungi artinya dan bangun malam.
مَـا ارْ تَقَى اِلَى اْلقِمَّـةِ اِلاَّ بالْهِمَّـةِ
Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).
مَنِ اهْـتَمَّ بِالْوَقْتِ يَسْـلَمْ مِنَ الْمَقْتِ
Barangsiapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah.
سَبَبٌ مِنْ أسْبَابِ نُزُوْلِ الْبَلاَءِ وَ الْمَصَائِبِ قِلَّةُ الْبُكَائِيْنَ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ
Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.
أهْلُ اْلإتِّصَالِ مَعَ اللهِ اَمَْلَئَ اللهُ قُلُوْبَهُمْ بِالرَّحْمَةِ فِى كُلِّ لَحْـظَةٍ
Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.
اَمَْلئ قَلْبَكَ بِمَحَبَّةِ إِخْواَنِكَ يَنْجَبِرْ وَنُقْصاَنُكَ يَرْتَفِعْ عِنْدَاللهِ شأْنَكَ
Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah.
مَنْ كاَنَ أَعْرَفْ كاَنَ أَخْوَف
Barangsiapa semakin mengenal kepada Allah niscaya akan semakin takut.
مَنْ لَمْ يُجاَلِسْ مُفْلِحُ كَيْفَ يُفْلِحُ ومَنْ جاَلَسَ مُفْلِحُ كَيْفَ لاَ يُفْلِحُ
Barangsiapa yang tidak mau duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung. Barangsiapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.
مَنْ كاَنَ سَيَلْقَى فِيْ الْمَوْتِ الْحَبِيْبَ فَالْمَوْتُ عِيْداً لَهُ
Barangsiapa menjadikan kematiannya sebagai pertemuan dengan Sang Kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.
مَنْ صَدَّقَ باِلرِّساَلَةِ خَدَمَهاَ
مَنْ صَدَّقَ باِلرِّساَلَةِ تَحَمَّلْ مِنْ أَجْلِهاَ
مَنْ صَدَّقَ باِلرِّساَلَةِ بَدَّلَ ماَلَهُ وَ نَفْسَهُ مِنْ شأْنِهاَ
Barangsiapa percaya pada Risalah (terutusnya Rasulullah), maka ia akan mengabdi padanya. Dan barangsiapa percaya pada Risalah, maka ia akan menanggung (sabar) karenanya. Dan barangsiapa yang membenarkan risalah, maka ia akan mengorbankan jiwa dan hartanya untuknya.
كُلُّ واَحِدٍ قُرْبُهُ فِيْ الْقِياَمَةِ مِنَ الأَ نْبِياَءِ عَلَى قَدْرِ إِهْتِماَمِهِ بِهَذِهِ الدَّعْوَةِ
Kedekatan seseorang dengan para Nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini.
ماَ أَعْجَبَ الأَرْضُ كُلُّهاَ عِبْرَةٌ لاَ أَظُنَّ يُوْجَدُ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ إِلاَّ شِبْراً وَلِلْعاَقِلِ فِيْهِ عِبْرَةٌ إِذاَ اعْتُبَرَ
Betapa anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ‘ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya.
خَيْرُ النَّفْسِ مُخاَلَفَتُهاَوَ شَرُّ النَّفْسِ طاَعَتُهاَ
Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.
مِنْ دُوْنِ قَهْرِ النُّفُوْسِ ماَيَصِلُ الإِنْساَنُ إِلَى رَبِّهِ قَطٌّ قَطٌّ قَطٌّ وَالْقَرْبُ مِنَ اللهِ عَلَى قَدْرِ تَصْفِيَةِ النُّفُوْسِ
Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya.
إِذاَ انْفُتِحَتِ الْقُلُوْبُ حَصَلَ الْمَطْلُوْبَ
Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan.
مَنْ كاَنَ لَهُ بِحاَرٌ مِنَ الْعِلْمِ ثُمَّ وَقَعَتْ قِطْرَةٌ مِنَ الْهَوَى لَفَسَدَتْ
Barangsiapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.
لَحْظَةٌ مِنْ لَحَظَاتِ الْخِدْمَةِ خَيْرٌ مِنْ رُؤْيَةِ الْعَرْشِ وَ ماَ فِيْهِ أَلْفَ مَرَّةٍ
Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian), lebih baik daripada melihat ‘Arsy dan seisinya seribu kali.
الإِ نْطِواَءُ فِيْ الشَّيْخِ مُقَدِّمَةٌ لِلْإِ نْطِواَءِ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالْإِ نْطِواَءُ فِيْ الرَّسُوْلِ مُقَدِّمَةٌ لِلْفَناَءِ فِي اللهِ
Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah Saw. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah Saw. merupakan permulaan untuk fana’ pada Allah (lupa selain Allah).
لَمْ يَزَلِ النَّا سُ فِي كُلِّ وَقْتٍ ماَ بَيْنَ صِنْفَيْنِ : صِنْفُ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ وَ صِنْفُ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ الْجُحُوْدِ
Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan, golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud dan golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.
مَنْ طَلَبَ غاَلِى باِلْبَدْلِ لاَ يُباَلِيْ
Barangsiapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan.
إِنَّ لِلسَّجُودِ حَقِيْقَةٌ إِذاَ ناَزَلَتْ أَنْواَرُهاَ قَلْبَ الْعَبْدِ ظَلَّ الْقَلْبِ ساَجِداً أَبَداً فَلاَ يَرْفَعُ عَنِ السُّجُودِ
Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya.
قاَلَ فِيْ شَأْنِ دَعْوَةٍ : الواَجِبُ أَنْ نَكُوْنَ كُلَّناَ دَعاَةً وَلَيْسَ بِواَجِبٍ أَنْ نَكُوْنَ قُضاَةً أَوْ مُفْتِيَيْنِ ( قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ) فَهَلْ نَحْنُ تَبِعْناَهُ أَوْ ماَ تَبِعْناَهُ ؟ فاَلدَّعْوَةُ مَعْناَهاَ : نَقْلُ النَّاسِ مِنَ الشَّرِّ إِلَى الْخَيْرِ وَ مِنَ الْغَفْلَةِ إِلَى الذِّ كْرِ وَ مِنَ الإِدْباَرِ إِلَى الإِقْباَلِ وَ مِنَ الصِّفَاتِ الذَّمِيْمَةِ إِلَى الصِّفَاتِ الصاَّ لِحاَتِ
Beliau berkata tentang dakwah, “Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi da’i dan tidak harus menjadi qadhi atau mufti. “Katakanlah wahai Muhammad Saw.: “Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas; aku dan pengikutku).” Apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.
الشَّيْطاَنُ يَتَفَقَّدُ أَصْحاَبَهُ وَ الرَّ حْمَنُ يَرْعَى أَحْباَبَهُ
Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah menjaga kekasih-kekasihNya.
كُلُّماَ عَظُمَتِ الْعِباَداَتِ خَفَّتِ الْعاَداَتُ وَ كُلُّماَ عَظُمَتِ الْعِباَدَةُ فِي الْقَلبِ خَرَجَتْ عَظَمَةُ الْعاَدَةِ
Apabila ibadah agung bagi seseorang maka ringanlah adat (kebiasaan) baginya dan apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka akan keluarlah keagungan adat darinya.
إِذاَ صَحَّ الْخُرُوْجُ حَصَلَ بِهِ الْعُرُوْجُ
Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke derajat yang tinggi.
أَخْرِجْ خَوْفَ الْخلْقِ مِنْ قَلبِكَ تَشْتَرِحْ بِخَوْفِ الْخلْقِ
وَ أَخْرِجْ رَجاَءَ الْخلْقِ مِنْ قَلبِكَ تَسْتَلِدَّ بِرَجاَءِ الْخلْقِ
Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada Khaliq (Pencipta). Dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Sang Khaliq.
كَثْرَةُ الصَّفاَ طِ وَ كَثْرَةُ الْمِزاَحِ عَلاَمَةُ خُلُوِّ الْقَلبِ عَنْ تَعْظِيْمِ اللهِ تَعاَلَى وَ عَلاَمَةُ ضَعْفِ الإِيْماَنِ
Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari lemahnya iman.
حَقِيْقَةُ التَّوْحِيْدِ قِراَءَةُ الْقُرْآنِ باِلتَّدَبُّرِ وَقِياَمُ اللَّيْلِ
Hakikat tauhid adalah membaca al-Qur’an dengan merenungi artinya dan bangun malam.
مَـا ارْ تَقَى اِلَى اْلقِمَّـةِ اِلاَّ بالْهِمَّـةِ
Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).
مَنِ اهْـتَمَّ بِالْوَقْتِ يَسْـلَمْ مِنَ الْمَقْتِ
Barangsiapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah.
سَبَبٌ مِنْ أسْبَابِ نُزُوْلِ الْبَلاَءِ وَ الْمَصَائِبِ قِلَّةُ الْبُكَائِيْنَ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ
Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.
أهْلُ اْلإتِّصَالِ مَعَ اللهِ اَمَْلَئَ اللهُ قُلُوْبَهُمْ بِالرَّحْمَةِ فِى كُلِّ لَحْـظَةٍ
Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.
5 minit ..
Alkisah 5 minit dalam kehidupan Ustazah Fatimah....
Di dalam sebuah taman terbuka, ustazah Fatimah duduk di bangku bertentangan dengan Ramli, seorang bapa yang turut membawa anak-anaknya untuk bermain di taman itu.
“Itu anak lelaki saya di sana,” kata Ustazah Fatimah sambil menunjukkan jarinya ke arah seorang budak lelaki berbaju merah yang sedang bermain basikal.
“Anak yang soleh,” jawab Ramli.
“Itu anak perempuan saya berbaju putih sedang bermain buaian” kata Ustazah Fatimah.
Ustazah Fatimah terus berbual dengan Ramli mengenai keluarga masing-masing.
Melihat jam menghampiri 630pm, Ustazah Fatimah bertanya ke anak lelakinya yang berusia 5 tahun, “Hamid, apa kata kita balik rumah masa dah nak masuk waktu Maghrib sekejap lagi?”
“Mak, lima minit lagi boleh?” jawab anak lelakinya.
Ustazah Fatimah menangguk. Selepas lima minit, Ustazah Fatimah bertanya lagi.
“Mid, masa dah sampai, jom balik,” katanya. “Mak, boleh lima minit lagi. Lima minit sahaja lagi,” rayu anak lelakinya lagi.
Ustazah Fatimah menggangguk ok sambil senyum.
“Ustazah memang seorang penyabar. Kalau saya, saya dah lama marah kat anak saya,” kata Ramli yang kagum dengan kesabaran Ustazah Fatimah.
“Abangnya Salih terbunuh dilanggar seorang pemandu mabuk tahun lepas semasa mengayuh basikal di sini. Saya tidak meluangkan masa yang banyak bersama abangnya Salih dan sekarang saya akan memberikan apa sahaja untuk menghabiskan lima minit lagi untuk bersama anak-anak saya. Saya berjanji tidak akan melakukan kesilapan yang sama pada anak-anak saya. Hamid rasa dia ada 5 minit lagi untuk mengayuh basikal. Tapi yang sebenarnya ialah, Allah memberikan saya 5 minit lagi untuk melihat anak saya bermain.”
Pengajaran: Hidup ini semuanya berkisar kepada apa yang penting dengan apa yang tak penting. Keluarga ialah benda terpenting bagi setiap orang, dan oleh itu, luangkan masa dengan sebaiknya bersama orang tersayang.
Berapa antara kita yang sudah terabaikan anak-anak kita semata-mata terlalu fokus dalam pekerjaan, perjuangan kita dan aktiviti masing-masing? Jaga prioriti dalam kehidupan, sesal kemudian tiada berguna.
Senyum.
Di dalam sebuah taman terbuka, ustazah Fatimah duduk di bangku bertentangan dengan Ramli, seorang bapa yang turut membawa anak-anaknya untuk bermain di taman itu.
“Itu anak lelaki saya di sana,” kata Ustazah Fatimah sambil menunjukkan jarinya ke arah seorang budak lelaki berbaju merah yang sedang bermain basikal.
“Anak yang soleh,” jawab Ramli.
“Itu anak perempuan saya berbaju putih sedang bermain buaian” kata Ustazah Fatimah.
Ustazah Fatimah terus berbual dengan Ramli mengenai keluarga masing-masing.
Melihat jam menghampiri 630pm, Ustazah Fatimah bertanya ke anak lelakinya yang berusia 5 tahun, “Hamid, apa kata kita balik rumah masa dah nak masuk waktu Maghrib sekejap lagi?”
“Mak, lima minit lagi boleh?” jawab anak lelakinya.
Ustazah Fatimah menangguk. Selepas lima minit, Ustazah Fatimah bertanya lagi.
“Mid, masa dah sampai, jom balik,” katanya. “Mak, boleh lima minit lagi. Lima minit sahaja lagi,” rayu anak lelakinya lagi.
Ustazah Fatimah menggangguk ok sambil senyum.
“Ustazah memang seorang penyabar. Kalau saya, saya dah lama marah kat anak saya,” kata Ramli yang kagum dengan kesabaran Ustazah Fatimah.
“Abangnya Salih terbunuh dilanggar seorang pemandu mabuk tahun lepas semasa mengayuh basikal di sini. Saya tidak meluangkan masa yang banyak bersama abangnya Salih dan sekarang saya akan memberikan apa sahaja untuk menghabiskan lima minit lagi untuk bersama anak-anak saya. Saya berjanji tidak akan melakukan kesilapan yang sama pada anak-anak saya. Hamid rasa dia ada 5 minit lagi untuk mengayuh basikal. Tapi yang sebenarnya ialah, Allah memberikan saya 5 minit lagi untuk melihat anak saya bermain.”
Pengajaran: Hidup ini semuanya berkisar kepada apa yang penting dengan apa yang tak penting. Keluarga ialah benda terpenting bagi setiap orang, dan oleh itu, luangkan masa dengan sebaiknya bersama orang tersayang.
Berapa antara kita yang sudah terabaikan anak-anak kita semata-mata terlalu fokus dalam pekerjaan, perjuangan kita dan aktiviti masing-masing? Jaga prioriti dalam kehidupan, sesal kemudian tiada berguna.
Senyum.
Sedikit Perkongsian by Habib Najmuddin
* Bila HATI ini tidak di isi dengan selain daripada ALLAH, maka Syaitan lah yang akan MENGENDALIKAN hati kita, sedangkan hati ini milik ALLAH *
* Jika kita tidak mementingkan ALLAH , malah kita melebihikan diri dan dunia daripada melebihikan ALLAH, maka kita ini terdiri dari orang yang JAHIL *
Tujuan kita menuntut ILMU itu adalah tidak lain dan tidak bukan :
1. Untuk kita kenal ALLAH dengan lebih dekat. kenal dengan PENCIPTA kita.
2. Untuk merasakan diri kita ni kerdil dan hina, serta menambahkan sifat tawadhuk dalam diri.
3. Melihat orang lain itu lebih mulia dari diri kita. itulah yang di katakan NUR dari keberkatan ilmu tersebut.
Ahlul Bait
Maulana Syekh Afifuddin Abdul Qodir bin Manshuruddin al Jailani al Baghdadi, Keturunan ke-33 Ahlul Bait Nabi dan Keturunan ke-18 dari Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a.
Al-Imam Al-Habib Hassan Bin Abdullah Bin Umar As-Syathiri
Beliau adalah Al-Imam Al-‘Allaamah Al-Faqih, Al-Waro’ Az-Zaahid Al-Mursyid Al-‘Arif billaah Ad-Daalu ‘alaihi Ad-Daa’i ilallah bihaalihi wa maqoolih Al-Qudwah Shohibul Firosah Shodiqoh Al-Mukasyif bi nuurillah Jammut Tawadhu’ Al-Ab asy-Syafiq Dzul Haibah fin Nufus Shohib al-‘Ain an Nadhirah salah seorang Ahlul bait nabi SAW hal tersebut dapat dilihat dari nasab beliau yang tersambung hingga Rasulullah SAW.
Nasab Beliau
Al-Habib As-Sayyid Hasan bin Al-Imam Al-‘Allamah Syaikhul islam Al-Habib Al-Quthb Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Ali bin Husein bin Muhammad bin Ahmad bin Umar bin Alawy Asy-Syathiri bin Al-Faqih Ali bin Al-Qhodhi Ahmad bin Muhammad Asadullah fi ardih bin Hasan At Turobi bin Ali bin Al Ustadz Al-A’dzom Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad shohib Mirbath bin Ali Kholi’ qosam bin Alawy bin Muhammad maula as-Som’ah bin Alawy maula Sumul bin Ubaidillah bin Al-Muhajir ilallah Ahmad bin Isa Arrumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uraidli bin Ja’far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam As-Sajjaad Ali zainal Abidin bin Al-Imam Husein bin Al-Imam Ali bin Abi Tholib Putra dari sayyidatina Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah SAW.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
لَوْ لاَ اْلمُرَبِّيْ مَا عَرَفْتُ رَبِّيْ
“KALAULAH BUKAN KARENA PENDIDIK NISCAYA AKU TAK MENGENAL TUHANKU”
Al-Habib Hasan dilahirkan dikota Tarim Hadromaut Yaman Selatan pada tanggal 7 Jumadits Tsaniah 1346 H. Beberapa saat setelah kelahirannya, ketika kakek beliau dari jalur ibunya Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Haddad hendak memberinya nama beliau berkata ”Hasan memiliki sirr (rahasia keagungan) Syekh Abu Bakar As-Sakran”.
Beliau tumbuh dan dibesarkan di kota Tarim, sejak kecil telah diasuh dan dibimbing oleh ayahnya dengan didikan islami di tempat yang lingkungannya sangat baik dan di kawasan pergaulan yang suasananya sangat kental dengan nuansa keilmuan yang penuh dengan keberkahan di zaman yang tampak jelas dinaungi oleh para sholihin dan ulama besar serta terkenal yang mahir dalam bidang ilmu sehingga pada umur yang masih cukup muda yaitu 11 th beliau telah menghapal Al-Quran seluruhnya, dan beliau banyak mempelajari aneka bidang ilmu seperti Tafsir Al-Quran, Hadits An-Nabi SAW, Fiqh Syafi’i, Nahwu (Kaidah Bahasa Arab), Tasawwuf dan lain sebagainya.
Guru–guru Beliau
Beliau Al-Habib Hasan banyak menimba ilmu dari banyak guru (masyayikh) di zamannya, baik di kota Tarim ataupun yang lainnya dan kebanyakan dari guru-guru beliau adalah para murid utama ayahanda beliau yaitu Al-Imam Al-‘Allamah Syaikhul islam Al-Habib Al-Qutub Abdullah Asy-Syathiri yang merupakan salah seorang Syaikhul Ulama (gurunya para guru) di Hadromaut pengasuh Rubat Tarim yang dengan keberkahan ilmunya telah mencetak lebih dari 13.000 ulama yang tersebar ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.
Dan diantara guru–guru Al Habib Hasan selain ayahandanya adalah:
1. Al-Imam Al-Arif billah Al-Habib Al-Muhab Al-Qutub Alawy bin Abdillah bin Syahab
2. Al-Imam Al-Arif billah Al-habib Al-Qutub Ja’far bin Ahmad Al-Idrus
3. Asy-Syaikhul ‘Allaamah Mahfudz bin Utsman Az-Zabidi
4. As Syaikhul ‘Allaamah Salim bin Sa’id Bukaiyir Baa Ghoitsan
5. Al-Imam Al-‘Allamah Al-Muhaddits Diyar Haromain As-Sayid Alawy bin ‘Abbas Al-Maliki Makki Al-Hasani
6. Al-Imam Al-‘Allamah Asy-Syahid Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syeikh Abu bakar bin Salim
7. Al-Habib Al-‘Allamah Umar bin ‘Alawy Al-kaaf
8. Asy-Syeikh Umar bin ‘Awad Al-Haddad
Dan masih banyak lagi guru–guru beliau dan para musnid dan mujiz yang memberikan berbagai macam sanad serta ijazah kepada beliau yang tidak kami sebutkan dalam biografi (manaqib) singkat ini.
Dalam asuhan dan didikan ayahandanya yang sangat disiplin, beliau acapkali diajak menghadiri majlis–majlis ilmu dan di setiap penghujung malam beliau diajak ayahandanya pergi ke masjid-masjid Tarim yang berjumlah kurang lebih 360 masjid guna melaksakan qiyam lail (Sholat sunnah di malam hari), dan berziarah ke makam Auliya’ Zanbal dan ‘Inat makam Syeikh Abu Bakar bin Salim.
Setiap kali berziarah ke makam Syekh Abu Bakar bin Salim Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri selalu berkata: ”Wahai Syeikh Abu Bakar, sungguh aku telah mendidik dan membimbing putramu Hasan bin Ismail, karena itu kumohon didik dan bimbinglah putraku Hasan”.
Tatkala ajal ayahandanya Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri telah dekat dan usia beliau kala itu sekitar 14 tahun, ayahandanya mengumpulkan seluruh anggota keluarganya seraya berwasiat“Wahai Mahdi… aku serahkan padamu tanggung jawab kepemimpinan Rubath ini. Wahai Hasan… dan aku serahkan tanggung jawab kepemimpinan Rubath ini setelah kakakmu Mahdi dan jangan pernah kau tinggalkan Al-Quran”.
Ayahandanya wafat tatkata Al-Habib Hasan sedang mempelajari Tafsir darinya, ketika itu beliau sampai pada tafsir ayat Al-Quran, Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Demikianlah isyarat kesempurnaan ilmu beliau yang tersirat lewat ayat tersebut, sebagaimana turunnya ayat ini sebagai tanda telah sempurnanya da’wah Rasulullah SAW pada Haji Wada’.
Kemudian beliau Al-Habib Hasan Asy-Syathiri berguru secara khusus kepada Al-Imam Al-Arif billah Al-Habib Al-Muhab Al-Qutub Alawy bin Abdillah bin Syahab yang memiliki julukan ‘Ain Tarim(Matanya kota Tarim) sosok berkarisma dan memiliki wibawa serta tegas dalam berkata. Sepenuh jiwa beliau serahkan dirinya kepada Al-Habib Alawy guna dididik dan dibina, beliaupun menyambutnya dengan penuh perhatian dan pendidikan yang tiada henti, mengajarkannya cara melatih, mengembangkan dan mengolah jiwa serta bagaimana mematikan sisi buruk jiwa manusia, sehingga mencapai kedudukanNafs Muthma-innah (jiwa yang tenang) guna menjalin keharmonisan dunia dan akhirat.
Akhlak Beliau
Beliau sangat menjaga adab ketika duduk dimajlis–majlis ilmu terkhusus di hadapan guru besar beliau Al-Habib Alawy bin Abdillah bin Syahab, tidaklah beliau pernah mengangkat kepala beliau, seakan–akan terdapat seekor burung di atas kepalanya, bahkan tidaklah pernah terdengar hembusan nafasnya, hal tersebutlah yang membuat Al-habib Alawy bin Syahab begitu sayang terhadap beliau.
Pernah satu ketika Al-Habib Alawy memuji Beliau dengan mengatakan kepada rekan-rekannya:”Hasan bin Abdullah Asy-Syathiri adalah putra ruhku”, dan ketika didepan Al-Habib Alawy beliau kehabisan suara tatkala sedang membacakan qosidah, Al-Habib Alawy berkata: ”Dia perlu diberi gula, tetapi gulanya harus langsung dari Al-Faqih Al-Muqoddam”.
Dan dengan perintah serta isyarat dari Al-Habib Alawy lah beliau memimpin majlis- majlis ilmu yang dihadiri oleh para Mufti dan Ulama, pada ketika itu beliau masih berusia 17 tahun usia yang sangat muda untuk memimpin majlis yang dihadiri para mufti dan ulama. Dan sungguh merupakan anugrah yang Allah berikan kepada beliau, tatkala beberapa saat sebelum gurunya wafat, Beliau Al-Habib Hasan Asy-Syathiri ketika itu dalam keadaan tertidur sedangkan Al-Habib Alawy berada di rumahnya
Dalam tidurnya Al-Habib Hasan Asy-Syathiri bermimpi melihat Al-Habib Alawy tengah duduk di atas pembaringannya, lalu Al-Habib Alawy berkata: “Wahai Hasan…aku akan bangkit dari tempat ini, dan sekarang duduklah engkau di tempatku ini”.
Setelah itu Beliau Al-Habib Hasan Asy-Syathiri terbangun dari tidurnya dan beliau mendengar berita duka wafatnya Al-Habib Alawy bin Syahab, dan dari mimpinya tersebut beliau menyadari betul bahwa beliaulah khalifah (pengganti) pelanjut Al-Habib Alawy dalam menjaga amanah peradaban kota Tarim. Hal tersebut beliau buktikan dengan tegasnya beliau dalam menentang masuknya paham–paham atau tradisi–tradisi baru yang merubah apa yang telah ditetapkan dan dilestarikan oleh para leluhurnya, dengan penuh wibawa dan ketawadluan beliau mengatakan: “Ini bukan kotaku, ini kota sayyid Al-Faqih Al-Muqoddam, kota para leluhurku, kita tidak berhak merubahnya, jika aku merusaknya dengan merubah tradisi mereka, maka sungguh aku malu berjumpa mereka ketika aku kembali nanti”.
Akhlak, suluk, ilmu dan amal beliau merupakan cermin Ulama salaf (terdahulu yang berpegang kuat ajaran Rasulullah SAW) yang terdapat dalam dirinya, membuahkan suri tauladan baik untuk para manusia yang ingin mengikuti jejak Rasulullah SAW. Itu semua terlukis dengan prilakunya dalam melaksanakan yang fardlu dan sunnah, beliau sangat tawadlu’ (rendah hati), welas asih terhadap semua makhluk, tidak senang dengan ketenaran (popularitas).
Dalam mendidik dan mengajarpun beliau sangat berpegang teguh pada metode para salaf, memulai dengan yang dasar kemudian sedang lalu yang mendalam. Pendidikan dan ajarannya bukan hanya lewat kata-kata yang beliau ucapkan, melainkan dengan perbuatannya yang sangat terpuji.
Diantara akhlak beliau yang sangat welas asih adalah ketika di Rubath ada seorang pencuri yang tertangkap, lalu dipukuli hingga babak belur, saat beliau mendengar hal tersebut beliaupun datang ke Rubat yang saat itu para pelajar sedang menghadiri perkumpulan mingguan guna mendengar nasihat dan peraturan–peraturan yang berlaku di Rubat serta evaluasi–evaluasi pendidikan ilmiyah dan amaliyah yang telah berjalan. Setelah bertanya siapa yang telah memukuli orang tersebut hingga babak belur dan beberapa orang mengaku mengajukan diri mereka beliaupun dengan wajah memerah, suara agak tinggi berkata: ”Siapa kalian? Sehingga berhak memukuli orang ini hingga babak belur” diantara mereka ada yang menyahut ”Dia telah mencuri ya Habiib”
Beliaupun berkata “Lantas apa dia patut untuk dipukul? Apa dia budak sahayamu? Bukan begitu memperlakukan yang salah wahai anak-anakku”.
Beliau sangat menginginkan kebahagiaan dan kebaikan pada setiap orang terkhusus anak-anak didiknya dan sangat tidak menginginkan keburukan terjadi atau ada pada diri mereka, sehingga tak pernah bosan beliau memberikan peringatan dan semangat lewat nasehat-nasehatnya yang sangat menyentuh qalbu.
Nasehat-nasehat Beliau
Diantaranya nasehat-nasehatnya beliau mengatakan
”Wahai anakku, makanlah dari hasil usahamu dan jangan kau makan dengan menjual agamamu”,
dan ketika salah seorang pelajar yang hendak pulang ke Indonesia meminta wasiat darinya, beliaupun berkata “Perbanyaklah engkau bersujud dan mintalah ikhlas kepada Allah SWT, dan pendamlah dirimu di tempat yang orang tak mengenalmu”.
Beliaupun selalu mengatakan ”Janganlah kalian menjadi orang yang banyak disanjung namun engkau memiliki cela yang terselubung”
“Jadikanlah adabmu seperti tepung dan ilmumu laksana garam”
“Cinta tak butuh dekatnya jarak namun dekat membutuhkan cinta”
“Yaa Ikhwaanii..Wahai saudara-saudaraku.. cukuplah bagi kalian mengamalkan apa yang terdapat di dalam kitab Bidayatul Hidayah Milik Al-Imam Al-Ghozali”
“Janganlah kalian sedih dengan mimpi-mimpi buruk yang padahal kalian telah banyak berbuat keta’atan, karena hal tersebut merupakan pendidikan untuk jiwamu, mimpi-mimpi indah tak berarti apa-apa bila seseorang tersebut terlena oleh mimpi dan terus tenggelam dalam ma’siat”
“Penuhilah hak-hak orang, dan janganlah kau menuntut hakmu dari mereka, bantulah orang yang meminta bantuan padamu semampumu”
”Kesolehan seseorang tidaklah dilihat dari imamah (ikat kepala) yang besar atau sorban yang lebar dan bukan pula kepandaian berbicara di atas mimbar”.
Begitu banyak mutiara nasehatnya yang diberikan secara tulus kepada para santri dan orang yang meminta wasiat ataupun nasehat kepada beliau.
Dikisahkan bahwa ketika tubuh beliau terasa sakit, murid tersayangnya pun pergi dan membawa seseorang guna memijat tubuh beliau, ketika pemuda tersebut memegang kaki beliau, beliaupun bertanya”Siapa namamu? Dari mana asalmu? Dan sudah berapa lama engkau bekerja sebagai tukang pijat di Tarim?”
Pemuda itupun menjawab bahwa ia berasal dari Indonesia dan saat ini menetap di Tarim sebagai seorang pelajar. Beliaupun terkejut lalu menegur murid beliau dengan keras seraya berkata “Menyuruh seorang penuntut ilmu yang datang dari jauh untuk memijat adalah sesuatu yang terlarang, itu merupakan pemerkosaan hak yang dosanya amat besar.. Jangan pernah engkau mengulanginya lagi”.
Tatkala beliau mendapat banyak sanjungan dan pujian beliaupun dengan penuh ketawadlu’an (rendah hati) berkata “Saya senang tapi saya tidak pernah terlena dengan pujian itu”, beliaupun menegaskan dalam bait-bait qasidah yang beliau buat sendiri dengan ungkapan sebagai berikut “Kalian telah memuliakanku dengan sesuatu yang tidak pernah kuperkirakan, sedang pemilik kemurahan (Allah SWT) selalu memberi melebihi apa yang diperkirakan”
“Ini adalah anugerah yang kuperoleh tanpa bersusah payah untuk mencarinya, itu semata-mata murni karunia Yang MahaKuasa”.
“Umurku semua habis dalam kesia-siaan yang tidak berguna, begitulah keadaanku seterusnya wahai keluargaku”
“Inilah kebanggaanku, bukan dengan keagungan dan kekayaan. Adapun kekayaan dunia cukup hanya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari”.
Karomah Beliau
Adapun keistimewaan-keistimewaan yang Allah berikan kepada beliau berupa karomah amatlah banyak, diantaranya adalah firasat beliau yang sangat tajam, dimana ketika beliau usai mengadakan pengajian sore di masjid Babtinah yang terletak berdampingan dengan Rubath, seorang santri yang bersalaman dan mencium tangan beliau, beliaupun memegang tangan pemuda tersebut seraya bertanya“Engkau dari mana?” pemuda tersebut menjawab “dari tempat renang ya Habiib”
Habib pun bertanya “Engkau merokok?” pemuda itupun menjawab dengan berbohong “tidak ya habiib, saya tidak merokok”
Dengan tersenyum beliau berkata “Jangan engkau takut kepadaku wahai saudaraku, takutlah engkau pada Allah” sambil malu malu pemuda itu hanya bisa berkata ”Iya Habib Iya”.
Inilah sekelumit keluhuran budi akhlak, pendidikan dan ajaran serta perjalanan hidup beliau.
Kewafatan Beliau
Beliaup wafat pada hari Jum’at tepat ketika adzan Jum’at berkumandang tanggal 11 Rabi’ul Awwal 1425H, bertepatan dengan tanggal 30 April 2004 M di kota Abu Dhobi Uni Emirat Arab, dan dikebumikan di Zanbal Tarim bersama para leluhurnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)