Editor :
Sya’roni As-Samfuriy
Penerbit :
PUSTAKA MUHIBBIN
صِفَة
دُوا فُولُه
Disusun oleh Al-Habib 'Utsman bin
'Abdullah bin 'Aqil bin Yahya
Di Jakarta Tahun 1324 H
MUQADDIMAH
Segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam. Shalawat yang sempurna serta salam yang sempurna atas junjungan kita Nabi Muhammad dan atas keluarga serta para shahabatnya sekalian.
Ni’mat
Islam dan ni’mat Iman adalah ni’mat yang sangat besar yang Allah berikan kepada
ummat Islam. Keduanya adalah syarat untuk dapat memasuki syurga dengan kekal di
dalamnya dan selamat dari siksa api neraka dengan berbuat taat kepada Allah subhanahu
wata’ala. Maka wajiblah atas tiap mukallaf (aqil baligh) bahwa ia
mengetahui segala rukun Islam dan rukun iman agar ia bersyukur kepada Allah ta’ala
dengan mengamalkan amalan-amalan keduanya yang hanya dapat diterima Allah bila
kita memiliki ilmunya.
Rukun
Islam yang pertama ialah mengucapkan dua kalimah syahadah. Ilmu tentang ma’na
dua kalimah syahadah itulah yang disebut ushuluddin atau ilmu tauhid. Wajib
bagi setiap mukallaf untuk mengenal Allah ‘azza wajalla dengan segala
SifatNya yang wajib bagiNya dan yang mustahil padaNya, serta yang harus
padaNya. Demikian pula yang wajib bagi para Rasul ’alaihimushshalatu
wassalamu dan yang mustahil, serta yang harus. Adapun ilmu tentang rukun
Islam yang lain termasuk ilmu fiqih, yang wajib atas tiap mukallaf
mengetahuinya untuk kesempurnaan ibadah. Rasulullah Saw. bersabda: “Tiap
orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya itu ditolak, tidak diterima.”
Beliau Saw. juga bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib atas tiap muslim.”
Dalam
kitab az-Zubad dikatakan: “Yang
pertama kali wajib atas manusia ialah mengenal Allah dengan yaqin.” Dalam
kitab Khuthbat al-Habib Thahir bin Husain dikatakan: “Ketahuilah
wahai saudaraku bahwa ushuluddin ialah mengenal Yang disembah sebelum
menyembah, dan itulah hakikat ma’na kalimah syahadah.”
Jika
telah diketahui kewajiban ma’rifatullah ta’ala atas tiap
mukallaf, maka diketahui olehmu bahwa ma’rifatullah adalah jazim (yang
putus, yang tiada ragu lagi) dan mufaqah (sesuai) pada haq dengan dalil.[1]
Adapun dalil adalah hal yang menunjukkan kebenaran suatu perkara. Sedangkan
dalil wujudnya Allah ta’ala dengan segala SifatNya cukup dengan dalil ijmaly
(keadaan langit, bumi, dan yang di antaranya). Firman Allah subhanahu wata’ala:
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي
الألْبَابِ
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang memiliki ‘aqal.” (QS. Ali
‘Imran ayat 190)
BAB I. MACAM-MACAM HUKUM
A. Hukum ‘Aqly
Hukum ‘Aqly ada tiga, yaitu:
1. Wajib, artinya perkara yang tidak boleh tidak akan adanya bagi akal fikiran.
2. Mustahil, artinya perkara yang tidak boleh tidak akan tiadanya bagi akal.
3. Jaiz, artinya perkara yang adanya dan tiadanya dapat diterima akal.
B. Hukum Syar’i
Hukum syar’i ialah perintah Allah ta’ala atas perbuatan mukallaf (yang diberatkan/yang diberi tanggung jawab), maka disebut perintah yang memberatkan (taklif) disebut juga sebagai perintah yang jelas, sebab ditentukan syaratnya atau sebabnya.
Hukum syar’i ada tujuh, yaitu:
1. Wajib, artinya perkara yang jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.
2. Sunnah, artinya perkara yang jika dikerjakan mendapat pahala.
3. Haram, artinya perkara yang jika dikerjakan mendapat dosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala.
4. Makruh, artinya perkara yang jika dikerjakan tidak mendapat dosa, tetapi perbuatan tersebut tidak disukai Allah dan jika ditinggalkan mendapat pahala.
5. Mubah, artinya “harus syar’i”, yaitu perkara yang jika dikerjakan ataupun ditinggalkan tiada mendapat dosa atau pahala.
6. Shahih (sah), artinya perkara yang lengkap segala syaratnya dan segala rukunnya.
7. Bathal, artinya perkara yang kurang syaratnya atau rukunnya.
C. Hukum ‘Ady (Adat/Kebiasaan)
Hukum ‘ady artinya menetapkan suatu perkara bagi suatu hal, atau menetapkan suatu perkara pada suatu hal dengan alasan perkara tersebut berulang-ulang.
1. Pertambatan/penetapan keadaan suatu
perkara dengan keadaan perkara lainnya. Misalnya keadaan kenyang dengan keadaan
makan.
2. Penetapan ketiadaan suatu perkara
dengan ketiadaan perkara lainnya. Misalnya ketiadaan kenyang dengan ketiadaan
makan.
3. Penetapan keadaan suatu perkara
dengan ketiadaan perkara lain. Misalnya keadaan dingin dengan ketiadaan
selimut.
4. Penetapan ketiadaan suatu perkara
dengan keadaan suatu perkara lain. Misalnya ketiadaan hangus dengan adanya
siraman air.
Sekarang Anda telah mengetahui perbedaan wajib syar’i
dengan wajib ‘aqly. Jika disebutkan wajib atas tiap mukallaf maksudnya ialah
wajib syar’i. Jika disebutkan wajib bagi Allah ta’ala atau bagi
Rasulullah, maka maksudnya ialah wajib ‘aqly. Jika dikatakan jaiz bagi
mukallaf, maka maksudnya jaiz syar’i. Jika dikatakan jaiz bagi Allah ta’ala,
maka maksudnya adalah jaiz ‘aqly.
Yang wajib pada Allah ‘azza wajalla dengan
tafshil disebut sifat dua puluh, yang telah berdiri dalil ‘aqly dan naqly
atasnya. Wajib atas tiap mukallaf mengetahui dengan ijmaly saja di dalam
perkataan (bersifat Allah ta’ala dengan setiap sifat kesempurnaan.
Adapun yang mustahil pada Allah ‘azza wajalla dengan tafshil ada
20 perkara, yaitu lawan dari dua puluh sifat yang wajib bagi Allah ‘azza
wajalla. Yang mustahil pada Allah ‘azza waJalla dengan
ijmaly yaitu yang ada di dalam perkataan “Maha Suci Allah dari setiap sifat
kekurangan dan dari perkara yang terbayang (terbersit) di hati.”
BAB II. SIFAT WAJIB MUSTAHIL DAN JA’IZ BAGI ALLAH
1.
وُجُودٌ Wujud (Ada). Mustahil ‘Adam (tiada).
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
”Allah yang menciptakan langit dan bumi serta yang berada
diantara keduanya…” (QS. as-Sajdah ayat 4).
Tuhan haruslah Ada, mustahil Tuhan itu
bersifat tidak ada. Sesuatu bisa disebut Ada, kalau ia ada dengan sendirinya.
Sebab ”Ada” adalah kata aktif, bukan pasif. Jadi segala sesuatu yang ”diadakan”
maka dia bukanlah Tuhan, sebab sifatnya ”diadakan”, bukan ”Ada”. Umpamanya ada
orang lumpuh, dia dibantu dan digerakkan atau diposisikan sehingga ia berada
pada posisi duduk. Maka sebenarnya ia tidak duduk akan tetapi didudukkan.
Ketika ia ditopang oleh orang lain sehingga berada pada posisi berdiri,
sebenarnya ia tidak berdiri, melainkan didirikan. Tuhan tidak diadakan. Tuhan
itu Ada tanpa diadakan.
Tidak pantas jika kita menyembah sesuatu yang diciptakan.
Tidak pantas jika manusia menyembah Isa As., Uzair As., patung, Fir’aun, pohon,
dewa-dewa, jin, malaikat, dsb. Sebab mereka semua diciptakan. Sesuatu yang
diciptakan bukanlah Tuhan. Justru Tuhan itulah yang mencipta segala yang ada.
Allah berfirman dalam al-Qur`an surat al-Anbiya` ayat 30: ”Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?”
”Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan
kabut. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya.”
(QS. Fushshilat ayat 11-12)
”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan
sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS. adz-Dzariyat ayat 47)
”Bahwa pada mula pertama dijadikan Allah akan
langit dan bumi. Maka bumi itu lagi campur baur adanya, yaitu suatu hal yang
ketutupan kelam kabut; maka Roh Allah berlayang-layang di atas muka air itu.” (Kejadian 1:1-2 TL)
Pada tahun 1929, A.E. Hubble seorang astronom
berkebangsaan Amerika menghadirkan sebuah penemuan besar. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa,
ia mendapati cahaya dari bintang-bintang itu berubah ujung spektrumnya menjadi
merah. Hal ini berarti, bintang tersebut menjauh dari tempat observasi. Artinya
bintang menjauhi bumi secara tetap. Sebelumnya
ia juga mendapati bahwa galaksi-galaksi dan bintang-bintang bergerak saling
menjauh satu dengan yang lainnya. Ini menjelaskan bahwa ternyata alam semesta
meluas, “Tidak statis sebagaimana diklaim oleh kaum Atheis. Alam semesta yang
meluas ini menunjukkan bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur dalam hal
waktu, maka didapati bahwa alam semesta berasal dari ”titik tunggal”.
Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal ini, mengandung pengertian semua zat
atau materi yang ada di alam semesta, mempunyai ”volume nol” dan ”kerapatan tak
terbatas”. Alam semesta tercipta melalui ledakan titik tunggal yang bervolume
nol ini. Ledakan luar biasa dahsyatnya yang disebut Ledakan Dahsyat (Big Bang)
ini menandai dimulainya alam semesta. Adapun yang dimaksud dengan ”volume nol”
adalah ketiadaan.
Ini adalah bukti bahwa agama Islam bukanlah
takhyul. Sebab keyakinan bahwa alam semesta itu diciptakan oleh Allah dapat
dijelaskan secara ilmiah. Justru teori yang mengatakan bahwa alam semesta ini
tidak diciptakan itulah yang merupakan kepercayaan takhayul yang tidak logis,
tidak masuk akal, tidak ilmiah, jahil, sesat. Jika tidak diatur oleh Allah,
mana mungkin sebuah ledakan dahsyat dapat menghasilkan tatanan yang teratur seperti
yang kita lihat pada alam semesta. Sebagaimana kita ketahui, setiap ledakan itu
hanya menghasilkan kekacau-balauan. Tidak mungkin ledakan dinamit menghasilkan
bangunan megah yang kokoh dan indah. Tanpa kekuasaan Allah, tentu zat-zat itu
akan berhamburan tanpa kontrol. Tetapi pada kenyataannya, setelah peristiwa Big
Bang, zat-zat itu bergerak dengan kecepatan dan arah yang sangat terkendali.
Tentu saja Allah Yang telah menahan zat-zat tersebut agar tidak berhamburan
tanpa kendali.
Allah Ada bukan dengan diadakan, tetapi Allah
memang bersifat Wujud (Ada). Allah ada dengan sendiriNya. Sedangkan
makhluk pada hakikatnya tidak ada, melainkan diadakan. Jelas beda antara ada
dengan diadakan. Itulah salah satu ma’na kalimat tauhid (Laa Maujud
Illallaah)
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
berdzikir kepada Allah ta’ala pada tiap yang maujud. Dzikir itu dapat
dilakukan dengan banyak cara, misalnya dengan menyebut Asma Allah atau
memujiNya dengan lisan dan juga meyakini dengan hati, bisa juga dengan
mengingat ni’mat yang telah Allah berikan, berfikir tentang keindahan dan
keteraturan yang ada pada ciptaan Allah termasuk diri sendiri, mengambil
pelajaran dari tokoh-tokoh terdahulu, mengambil pelajaran dari musibah dan
peristiwa dsb.
2. قِدَمٌ Qidam
(Terdahulu). Mustahil huduts (baru) atau didahului oleh ketiadaan.
هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ
”Dia Yang Awal dan Yang Akhir.” (QS. al-Hadid ayat 3)
Tuhan haruslah yang terdahulu. Tuhan tidak
didahului oleh ketiadaan. Sesuatu yang diawali dengan ketiadaan berarti sifat
aslinya adalah tiada. Sedangkan kita sudah sepakat bahwa Tuhan itu sifat
aslinya adalah ”Ada”. Dia Ada karena Dia memang Ada, jika diawali ketiadaan,
kemudian menjadi Ada, lalu siapa yang membuat dia menjadi ”Ada”? Maka yang
membuat menjadi ”ada” itulah Tuhan, dan Tuhan tidak mungkin diadakan. Tuhan
haruslah Terdahhulu.
Maka tidak pantas kita menyembah sesuatu yang
didahului oleh ketiadaan. Astrofisikawan terkenal, Hugh Ross menuturkan: “Jika
permulaan waktu bersamaan dengan awal keberadaan alam semesta, seperti
dijelaskan teorema-angkasa, maka penyebab alam semesta harus merupakan kesatuan
yang berfungsi dalam suatu dimensi waktu yang sepenuhnya terpisah, dan sudah
ada sebelumnya. Kesimpulan ini sangat penting untuk pemahaman kita tentang
Siapa Yang Tuhan dan siapa/apa yang bukan Tuhan. Rabb bukanlah alam semesta
(makhluk) itu sendiri dan tidak terkandung dalam alam semesta (baik ruang
maupun waktu).”
”Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.” (QS. al-Ikhlash ayat 3)
”Dia Yang Awal dan Yang Akhir.” (QS. al-Hadid ayat 3)
”Akulah Yang Awal dan Akulah Yang Akhir, tidak ada Allah
selain daripadaKu.” (Yesaya 44: 6)
Allah itu Wujud (Ada). Itulah Sifat
Allah. Sedangkan ‘adam (tiada) bukanlah Sifat Allah. Allah tidak
didahului ketiadaan. Ketiadaan itu ciptaan Allah. Apa yang selain Allah
hakikatnya (sebenarnya) tidak ada. Allah Ada walaupun makhluk belum diadakan.
Allah bersifat Qidam (Terdahulu). Sedangkan makhluq adalah yang
terkemudian. Manusia dan jin itu tidak ada. Lalu Allah menciptakan keduanya.
Ada yang diciptakan kafir dan ada yang diciptakan mu`min.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
bersyukur kepada Allah ‘azza wajalla
yang telah menjadikan kita mu`min dan muslim dengan taufiqNya.
3.
بَقَاءٌ Baqa` (Kekal). Mustahil fana’ (binasa) atau dihubungi/mengalami
ketiadaan.
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ
“Dan
kekal Dzat AllahYang mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan.” (QS.
ar-Rahman ayat 27)
Tuhan haruslah kekal, tidak mungkin Tuhan itu sementara. Allah
Ada, Allah adalah Yang Akhir, ketika semua makhluk telah binasa, Allah tetap
Ada. Allah tidak mengalami sakit, tidak mengantuk,
tidak tidur, tidak lelah, apalagi binasa.
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang di langit
dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. al-Baqarah ayat 255)
”Tidakkah kau tahu, dan tidakkah kaudengar?
Tuhan ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak
menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertianNya.” (Yesaya 40:28)
Maka tidak pantas kita menyembah sesuatu yang
mengalami sakit, lelah, apalagi binasa. Dalam Alkitab dikatakan: “Di situ
terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih disebabkan perjalanan, sebab itu ia
duduk di pinggir sumur itu.” (Yohanes 4:6)
”Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di
danau itu, sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur.” (Matius 8:24)
Disebabkan alam semesta (termasuk kita) tidak
kekal, maka sudah semestinya kita mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian
dan hari berbangkit.
”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepadaNya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf ayat 56)
”Maka apabila malapetaka yang sangat besar
(hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang
telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang
yang melihat. Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan
kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. an-Naazi’at ayat 34-41)
Untuk memahami tentang semuanya alam semesta
dan relativitas waktu, kami jelaskan sedikit di sini bahwa alam semesta itu
seperti mimpi. Materi hanyalah imajinasi. Sewaktu kita bermimpi, kita merasa
bahwa kita berjalan, bergerak, menyentuh sesuatu, merasakan sesuatu, mendengar
sesuatu, padahal itu hanyalah imajinasi. Tetapi imajinasi yang kita rasakan
dalam ”alam nyata” adalah tanda dari apa yang akan kita alami di alam
berikutnya. Apakah kita akan ”terbangun dari mimpi”
kemudian merasakan ”mimpi indah”, atau kita ”terbangun dari mimpi”
kemudian merasakan ”mimpi buruk”.
”Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba
mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka
berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat
tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan
benarlah Rasul-rasul(Nya). Tidak
adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua
dikumpulkan kepada Kami. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan
sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. Yasin ayat 51-54)
”Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka
merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu
sore atau pagi hari.”
(QS. an-Nazi’at ayat 46)
”Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui
suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri
ini setelah hancur?” Maka
Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali.
Allah bertanya: “Berapa lama kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya telah
tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu
telah tinggal di sini seratus tahun lamanya, lihatlah kepada makanan dan
minumanmu yang belum lagi berobah. Dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah
menjadi tulang belulang). Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi
manusia. Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami
menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala
telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun
berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. al-Baqarah ayat 259)
”Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di
bumi?” Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka
tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman: “Kamu tidak
tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.” (QS. al-mu`minun ayat 112-114)
”Dan mereka meminta kepadamu agar adzab itu disegerakan,
padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janjiNya. Sesungguhnya sehari di
sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. al-Hajj ayat 47)
Mungkin Anda pernah melihat film flora
tentang pertumbuhan sebuah benih. Anda melihat benih itu tumbuh hanya dalam
beberapa detik saja hingga ia menjadi tumbuhan dewasa. Padahal kenyataannya
untuk tumbuh menjadi tumbuhan dewasa diperlukan waktu berminggu-minggu.
Ketahuilah bahwa apa yang Anda lihat dalam film itu adalah peristiwa yang
dipercepat. Tetapi si film seandainya ia dapat merasa seperti manusia, tidak
merasa bahwa ia sedang menjalani percepatan. Ia merasa normal. Ia merasakan
tiap frame dengan normal. Ia merasakan siang dan malam silih berganti dengan
normal. Tetapi itu adalah perhitungan si film. Sedangkan bagi kita siang dan
malam mulai dari benih hingga menjadi tumbuhan dewasa pada si film terjadi
hanya dalam waktu beberapa detik. Ternyata perhitungan si film terhadap dirinya
berbeda dengan perhitungan kita terhadap si film.
Allah Ada. Mustahil tidak ada atau mengalami
ketiadaan. Allah Ada walaupun makhluk tidak ada. Allah adalah Yang Akhir. Allah
tidak mengalami sakit, kantuk, tidur, lelah, apalagi binasa. Sedangkan makhluk
tidak ada. Lalu makhluk diadakan.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk ingat
bahwa ia akan mati supaya ia beristighfar dan bertaubat kepada Allah ta’ala.
4. لِلْحَوَادِثِ مُخَالَفَةُ Mukhalafatu li
al-Hawadits (Berbeda dengan yang baru). Mustahil Allah itu sama dengan yang
baru.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
”Tiada yang serupa dengan Dia sesuatu pun.” (QS. asy-Syura ayat 11)
Tuhan
haruslah berbeda dengan alam semesta. Tidak mungkin Tuhan itu sama dengan
ciptaanNya. Allah Mahakuasa, sedang makhluk adalah lemah, namun Allah yang
memberi mereka kekuasaan.
“Tidak ada seorang pun
yang setara dengan Dia.”
(QS. al-Ikhlash ayat 4)
“Tiada yang serupa dengan
Dia sesuatu pun.” (QS. asy-Syura ayat 11)
“Dia memberi kekuatan
kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.” (Yesaya 40:29)
“Siapakah seperti Aku?” (Yesaya 44:7)
Dengan mempelajari sifat Allah, maka kita
akan melihat betapa Kuasa Allah dan betapa lemahnya manusia. Kita akan melihat
bahwa Allah memang berbeda dengan makhluknya.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
bertasbih kepada Allah ta’ala.
5.
قِيَامُهُ تَعَالَى بِنَفْسِهِ Qiyamuhu Ta’ala
bi Nafsihi (Berdiri Allah ta’ala
dengan DiriNya Sendiri). Mustahil Allah tidak berdiri dengan SendiriNya.
إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ
الْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya Allah ta’ala Yang kaya dari pada alam semesta.” (QS. al-Ankabut ayat 6)
Tuhan tidak butuh kepada yang lain. Tuhan
tidak butuh makan, tidak lapar, tidak haus, tidak butuh air, tidak butuh udara,
tidak butuh alam semesta. Ketakwaan
dan kejahatan kita tidak berpengaruh kepada Kekuasaan dan Kerajaan Allah.
“Sesungguhnya Allah Yang
Kaya tidak butuh kepada alam semesta.” (QS. al-Ankabut ayat 6)
“Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepadaNya segala sesuatu.”
(QS. al-Ikhlash ayat 2)
Maka tidak pantas jika kita menyembah sesuatu
yang faqir. Tidak pantas kita menyembah sesuatu yang membutuhkan makanan dari
Allah.
“Pada pagi hari dalam
perjalanannya ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan ia melihat pohon Ara,
lalu pergi ke situ, tetapi ia tidak menemukan apa-apa pada pohon itu selain
daun-daun saja.” (Matius 21:18-19)
Ayat Alkitab di atas menunjukkan bahwa Isa
itu hanyalah manusia biasa yang merasakan lapar, dan beliau tidak tahu, kapan
musim buah Ara. Faqir (membutuhkan sesuatu yang selain dirinya) dan tidak tahu
bukanlah sifat Tuhan.
Allah Ada tanpa diciptakan. Tidak ada Tuhan
selain Allah. Allah Yang Menciptakan alam semesta. Allah
tidak membutuhkan makhluk. Tetapi makhluk membutuhkan Allah. Allah adalah Yang
Kaya, sedang kita adalah faqir. Ketaqwaan dan kejahatan kita tidak berpengaruh
atas Kekuasaan Allah. Sedangkan makhluk ada dengan diadakan.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
mengutarakan keperluannya hanya kepada Allah saja.
6.
وَحْدَانِيَة Wahdaniyah (Esa DzatNya dan Esa SifatNya dan Esa PerbuatanNya).
Mustahil berbilang DzatNya atau SifatNya atau PerbuatanNya.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
”(Katakanlah wahai Muhammad): Allahitu Esa.” (QS. Al-Ikhlash ayat 1)
Tuhan itu Esa, tunggal. Tidak mungkin Tuhan
itu berbilang atau terpisah-pisah. Tidak
mungkin sebagian dari Tuhan ada di surga dan sebagian lagi ada di bumi.
“Yesus menjawab: “Hukum
yang terutama adalah ”Dengarlah wahai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu
Esa.” (Markus 12:29)
Sepanjang Perjanjian Baru, Yesus selalu
berkata bahwa Tuhan itu Tunggal, tidak pernah Yesus berkata bahwa Tuhan itu
Tritunggal. Bahkan dalam Perjanjian Lama pun, orang-orang Yahudi itu percaya
bahwa Tuhan itu Tunggal, bukan Tritunggal.
Dzat, Sifat dan Perbuatan Allah adalah Esa. Tidak
terpisah-pisah. Al-Qur`an adalah Allah. Al-Qur`an itu Kalamullah. Kalamullah
adalah Qidam. Qidam adalah Allah. Allah adalah Qidam. Yang
selain Allah adalah huduts (terkemudian). ‘Alim (Mengetahui)
adalah Allah. Bashir (Melihat) adalah Allah. Semua Sifat dan
Perbuatan,
serta Dzat Allah adalah Tunggal. Berbeda dengan makhluk. Tubuh manusia
diciptakan. Pendengaran manusia diciptakan. Penglihatan manusia
diciptakan. Manusia mendengar dengan disampaikan suara kepada manusia
tersebut oleh Allah. Perbuatan melihat yang dipunyai manusia diciptakan
oleh
Allah. Segala sifat manusia seperti bisa mendengar, bisa melihat, bisa
berbicara, itu semua ciptaan Allah (makhluk). Segala perbuatan manusia
seperti
mendengar, melihat berbicara, berjalan, berdiri, beribadah, semua itu
diciptakan Allah. Segala goresan hati manusia, kehendaknya, rencananya
adalah
makhluk (diciptakan oleh Allah). Bumi diciptakan oleh Allah. Diputar
oleh
Allah. Dilipat oleh Allah. Rumah diciptakan oleh Allah. Ditahan dan
diruntuhkan
oleh Allah. Semua ciptaan (makhluk) tentu diciptakan, dan Pencipta (al-Khaliq)
hanyalah Allah. Tiada Tuhan selain Allah Yang Menciptakan alam semesta.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk ingat
kepada Perbuatan Allah atas tiap kejadian.
7.
قُدْرَة Qudrah
(Mahakuasa) Mustahil Allah ‘ajz (lemah).
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ
“Sesungguhnya
Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah ayat
20)
”Maka Maha Suci (Allah) yang
di tanganNya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNya lah kamu
dikembalikan.” (QS. Yasin ayat 83)
“Dan (sebagai) Rasul
kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang
kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mu`jizat) dari Tuhanmu, yaitu aku
membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung. Kemudian aku meniupnya, maka ia
menjadi seekor burung dengan seizin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta
sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak. Dan aku menghidupkan
orang mati dengan seizin Allah. Dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan
dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah
suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.” (QS. Ali 'Imran ayat 49)
“Pekerjaan-pekerjaan yang kulakukan dengan
nama Bapa, itulah yang memberikan kesaksian tentang aku (bahwa aku adalah
seorang rasul).” (Yohanes
10:25)
“Dan Ia (Allah) telah memberikan kuasa kepadanya (kepada Yesus).”
(Yohanes 5:27)
“Yesus berkata: ”Anak
tidak mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri. Anak menghidupkan barangsiapa
yang dikehendaki Bapa.”
(Yohanes 5:19, 21)
”Yesus berkata: ”Aku tidak dapat berbuat
apa-apa dari diriku sendiri.”
(Yohanes 5:30)
”Yesus berkata: “Kepadaku telah diberikan
segala kuasa…” (Matius 28:18)
”Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika
Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi
kepadaNya, dan bertanya: "Dengan kuasa manakah engkau melakukan hal-hal
itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepadamu?" Jawab Yesus
kepada mereka: "Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan
jikalau kamu memberi jawabnya kepadaku, aku akan mengatakan juga kepadamu
dengan kuasa manakah aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes?
Dari surga atau dari manusia?" Mereka memperbincangkannya di antara
mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: ”Dari surga”, ia akan berkata
kepada kita: ”Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya?” Tetapi
jikalau kita katakan: ”Dari manusia”, kita takut kepada orang banyak, sebab
semua orang menganggap Yohanes ini nabi." Lalu mereka menjawab Yesus:
"Kami tidak tahu." Dan Yesus pun berkata kepada mereka: "Jika
demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah aku melakukan
hal-hal itu." (Matius 21:23-27)
Dalam al-Qur`an dan Alkitab dijelaskan bahwa
kuasa Yesus adalah berasal dari Allah, bukan dari dirinya sendiri.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa
makhluk diciptakan oleh Allah. Begitu pula perbuatannya serta sifatnya. Allah
Berkuasa atas makhluk. Sifat dan perbuatan dari suatu makhluk adalah makhluk.
Sedangkan makhluk tidak berkuasa. Makhluk tidak bisa bergerak untuk beribadah
atau pun menghindari ma’siat. Sifatnya lemah, lumpuh, tidak bisa berbuat
apa-apa, maka makhluk tidak kuasa berbuat apa-apa. Yang Berbuat hanyalah Allah.
Allah Yang Membolak-balikkan hati. Tetapi ingat, Allah Maha Tahu, Maha Adil,
Maha Bjaksana dan Mengetahui Hikmah (al-Hakam). Sedangkan manusia
sangat bodoh dan dzalim. Apa yang diketahui manusia sangat sedikit jika
dibandingkan dengan apa yang tidak diketahui oleh manusia. Maka tidak pantas
manusia menyombongkan dirinya yang lemah. Sungguh tiada daya untuk menghindari
kejahatan dan tiada kekuatan untuk berbuat kebajikan kecuali dengan Kasih
Sayang dan Kuasa Allah.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk tawadhu`,
tidak takabbur, dan banyak takut kepada Allah ta’ala.
8. إِرَادَة Iradah
(Mahaberkehendak). Mustahil Allah tidak memiliki kehendak.
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
”Allah berbuat seperti apa yang Dia kehendaki.” (QS. al-Buruj ayat 16)
”Yesus berkata: “Aku tidak menuruti
kehendakku sendiri, akan tetapi aku menuruti kehendak Dia yang mengutus aku.” (Yohanes 5:30)
“Aku datang bukan atas kehendakku sendiri, akan tetapi atas
kehendak Dia yang mengutus aku.” (Yohanes 8:42)
Maka jelaslah bahwa Yesus dikuasai oleh kehendak dan kuasa Allah.
Yesus tidak berkuasa atas dirinya sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan dikuasai?
Maka Yesus bukanlah Allah, dia bukanlah Tuhan. Yesus hanyalah utusan Tuhan.
Tuhan itu Mahaberkehendak dan berbuat seperti apa yang dia
kehendaki, bukan seperti yang dikehendaki oleh pihak lain. Apa yang dikehendaki
oleh Allah pasti terjadi. Apa yang tidak dikehendaki oleh Allah pasti tidak
terjadi (tidak ada). Jika Ia Menghendaki
sesuatu, maka ia cukup berfirman, “Kun (Jadi)”, maka terjadilah (lihat
QS. Yasin ayat 82). Dan Allah adalah Yang Baik. Yang dikehendaki oleh Allah
adalah kebaikan. Tetapi kebodohan manusia tidak dapat menembus Hikmah al-Hakam.
Setiap peristiwa itu berhubungan dengan
waktu. Jika Allah berfirman: “Kun” pada
setiap peristiwa dan waktu berarti Allah terperangkap pada waktu? Tidak, tidak
demikian. Allah berfirman: “Kun” dan semua peristiwa dari awal hingga
akhir di alam semesta tercipta. Tetapi manusia merasakan tiap frame dari
kehidupan secara bergantian sehingga mereka merasa bahwa waktu itu ada. Padahal
waktu, sebagaimana materi, hanyalah imajinasi.
Anda mungkin pernah bermimpi yang mana dalam
mimpi tersebut Anda merasa menjalaninya dengan sangat lama. Tetapi sewaktu Anda
terbangun, ternyata Anda hanya tertidur selama beberapa puluh menit. Apa yang
Anda rasakan sebagai waktu ternyata hanyalah imajinasi.
Dalam QS. al-Hajj ayat 14, Allah menjelaskan
bahwa yang memasukkan orang-orang yang beriman dan beramal shalih adalah Allah.
Begitulah Allah berbuat apa-apa yang Dia kehendaki.
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia
kehendaki.” (QS. al-Hajj ayat 14)
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
bersyukur kepada Allah ta’ala atas tiap ni’mat dan bersabar atas tiap
musibah.
9.
عِلْمٌ ‘Ilmun
(Tahu) Mustahil Allah jahil (bodoh).
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
”Dan Allah dengan tiap sesuatu adalah Maha Mengetahui.” (al-Hujurat ayat 16)
Lihat pula QS. al-Baqarah ayat 29,231,282;
QS. Al-An’am ayat 115; QS. at-Taubah ayat 115; QS. al-Hadid ayat 3.
”(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang saat itu (hari akhir), kapankah terjadinya? Siapakah kamu
(sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan
kesudahannya (ketentuan waktunya). Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa
yang takut kepadanya (kepada saat itu, hari berbangkit). Pada hari mereka
melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia)
melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. an-Nazi'at ayat 42-46)
“Tetapi tentang hari dan
saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan
anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.”
(Matius 24:36)
Allah Mengetahui segala sesuatu, walupun
sesuatu itu menurut kita belum terjadi. Allah Mengetahui apa yang tersembunyi
dan apa yang tersingkap.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk takut
berbuat ma’siat kepada Allah, sebab Allah Ta’ala Maha Mengetahui atas tiap
perbuatan kita.
10.
حَيَاةٌ Hayah (Hidup) Mustahil Allah mati.
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوتُ
“Dan
serahkan dirimu (tawakkal) kepada Yang Hidup Dzat Yang tidak mati.” (QS.
al-Furqan ayat 58)
Lihat juga QS. al-Baqarah
ayat 255 dan QS. Ali ‘Imran ayat 2
Tuhan itu Hidup. Hidup Tuhan tidak berasal dari siapa pun,
melainkan Tuhan Hidup dengan SendiriNya. Dan
mustahil Tuhan itu mati. Sedangkan kehidupan makhluk berasal dari Allah.
”Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup
dalam DiriNya, demikian juga diberikanNya anak mempunyai hidup dalam dirinya.” (Yohanes 5:26)
Allah tidak mungkin mati. Tetapi kita pasti
mati. Tiada Yang Kuasa selain Allah. Dan sesungguhnya termasuk ujian yang
sangat berat adalah maut. Kita tidak ada, lalu diadakan, maka kepada
Allah tempat kita kembali.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
bertawakkal (berserah diri) kepada Allah ta’ala.
11.
سَمْعٌ Sama’ (Mendengar). Mustahil Allah tuli.
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan Allah ta’ala Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS. al-Baqarah ayat
256)
Allah Mahamendengar. Dia mendengar dan
mengabulkan doa yang ditujukan kepadaNya. Adapun mengenai pengabulan doa,
adakalanya Allah kabulkan seperti apa yang kita kehendaki, adakalanya Allah
kabulkan seperti apa yang Allah kehendaki, dan itu baik bagi si pendoa. Dan adakalanya
Allah tangguhkan doanya itu dan diganti dengan yang lebih baik di akhirat
kelak. Jadi doa itu bukanlah untuk meminta apa yang
kita kehendaki. Tetapi untuk menyampaikan keinginan kita. Dan Allah menyukai
hambaNya yang berdoa kepadaNya. Dengan kesukaanNya itu, maka Allah berikan yang
terbaik bagi si hamba. Jika apa yang dikehendaki si hamba itu memang baik, maka
Allah kabulkanlah seperti yang dikehendaki. Jika yang dikehendaki si hamba itu
berakibat buruk, atau kurang baik, maka Allah berikan yang lebih baik dari apa
yang dikehendaki si hamba. Dan jika dikabulkan di dunia ini seperti yang
diinginkan si hamba itu buruk, maka Allah menangguhkannya dan menggantinya
dengan yang lebih baik, yaitu dengan ampunan dan kasih sayangNya di akhirat
kelak. Tetapi ada kalanya, seseorang itu berdoa, dan itu dapat berakibat buruk
baginya, lalu Allah mengabulkannya sehingga ia semakin jauh dari Allah. Maka
yang demikian itu adalah istidraj. Allah membiarkan dia terlena dalam
kenikmatan, sehingga di hari kiamat Allah dapat menyiksanya dengan siksa yang
pedih diakibatkan kekufurannya.
”Dan Allah Mahamendengar
lagi Mahamengetahui.”
(QS. al-Baqarah ayat 256)
”Yesus berdoa: “Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu dari padaku, tetapi janganlah seperti yang kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39)
Bahkan Yesus berdoa semalaman dengan penuh
kesungguhan agar diselamatkan dari penyaliban. Dan dia menyerahkan kepada
Allah, apa yang terbaik baginya. Sebab Allah Mahamengetahui apa yang terbaik
bagi hambaNya yang Dia sayangi. Dari sini, apakah Anda mau berkata bahwa Yesus
bersedia disalib? Tidak, Yesus tidak bersedia disalib. Tidak ada yang namanya ”penyelamatan
melalui penyaliban Yesus”. Yesus diutus bukan untuk disalib, tetapi untuk
menyelamatkan Israel dari kebinasaan dengan mengajarkan aqidah dan cara hidup
(syariat) yang diridhoi Tuhan. Penyaliban Yesus bukanlah perintah Tuhan. Jika
itu perintah Tuhan, mengapa Yesus enggan disalib. Sedangkan Abraham dan anaknya
pun bersedia menjalankan perintah Tuhan. Penyaliban Yesus itu adalah buah
kedengkian imam-imam Yahudi. Supaya tidak dipersalahkan, mereka buatlah doktrin
yang aneh ini melalui mulut Paulus yang penuh dengan dusta.
Allah Mahamendengar segala perkataan kita.
Bahkan apa yang kita ucapkan dalam hati. Allah Mahamendengar atas segala ucapan
yang baik dan yang buruk.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk tidak
berkata yang haram, sebab Allah Mahamendengar atas segala perkataan.
12.
بَصَرٌ Bashar (Melihat). Mustahil Allah buta.
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan
Allah ta’ala Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS.
al-Hujurat ayat 18)
Maka patut bagi mu`min mu’taqad bahwa ia tiada membuat ma’siat,
sebab Allah ta’ala Maha Melihat segala perbuatan.
13.
كَلامٌ Kalam (Berkata/Berfirman). Mustahil Allah bersifat kelu (bisu).
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan
berkata Allah ta’ala kepada Musa dengan sempurna/sebenar-benarnya Berkata.” (QS.
an-Nisa` ayat 164)
Segala sesuatu dijadikan oleh
Allah dengan kalamNya, “Kun” (jadilah), maka jadilah segala sesuatu.
Dengan AsmaNya segala sesuatu itu terjadi, dengan AsmaNya segala sesuatu
bermula, dan kepadaNya segala sesuatu kembali.
“Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia
menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah
ia.” (QS. al-Mu`min ayat 68)
“Sesungguhnya perintahNya
apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah” maka
terjadilah ia.” (QS. Yasin ayat 82)
“Oleh Firman Tuhan langit
dijadikan, oleh nafas dari mulutNya segala tentaraNya.” (Mazmur 33:6)
“Sebab Dia berfirman,
maka semuanya jadi, Dia memberi perintah, maka semuanya ada.” (Mazmur 33:9)
“Berfirmanlah Allah: “Jadilah…” (Kejadian 1:3,6,9,11,14,20,24,26)
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk banyak
berdzikir kepada Allah ta’ala dengan pengharapan Asma Allah
14. قَادِرٌ Qadiran
(Yang Menguasai) Mustahil Allah Dzat
yang lemah.
Dalilnya yaitu dalil sifat Qudrah.
Rasulullah Saw. Bersabda: “Demi Dzat Yang tiada Tuhan selain Dia.
Sesungguhnya salah seorang (di antara) kamu telah melakukan amalan penghuni
surga. Namun ketika perjalanannya tinggal sehasta lagi, karena ketentuan taqdir
bisa jadi dia berbalik melakukan amalan penghuni neraka (su`ul khatimah).
Sebaliknya salah seorang (di antara) kamu telah melakukan amalan penghuni
neraka. Namun ketika perjalanannya tinggal sehasta lagi, karena ketentuan
taqdir bisa jadi dia berbalik melakukan amalan penghuni surga (husnul
khatimah), sehingga ia bisa masuk ke dalamnya.”
Rasulullah Saw. juga bersabda: “Setiap
orang dari kalian, atau setiap jiwa yang bernafas, oleh Allah telah ditentukan
tempatnya di surga atau di neraka. Bahkan oleh Allah juga sudah ditentukan
apakah dia sebagai orang yang celaka atau orang yang bahagia.” Seorang
laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu apakah tidak sebaiknya
kita menunggu ketentuan tqdir kita, dan tidak usah beramal?” Rasulullah
Saw. bersabda: “Siapa yang termasuk golongan bahagia, dia pasti akan
mengarah pada amalnya orang-orang golongan bahagia. Dan Siapa yang termasuk
golongan celaka, dia juga pasti akan mengarah pada amalnya orang-orang golongan
celaka. Beramallah! Setiap kamu dipermudah. Orang-orang golongan bahagia,
mereka akan dipermudah untuk melakukan amalnya orang-orang golongan bahagia.
Adapun orang-orang golongan celaka, mereka juga akan dipermudah untuk melakukan
amalnya orang-orang golongan celaka.”
Lalu beliau Saw. membaca surat al-Lail ayat 5-10: “Adapun
orang-orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya balasan yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya
cukup (kaya/tidak faqir/tidak membutuhkan Allah atau siapapun), serta
mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya
(jalan) yang sukar.”
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk banyak takut kepada Allah ta’ala
Yang Maha Kuasa. Yang Telah Memberi banyak kebajikan.
15.
مُرِيْدٌ Muridan (Yang Berkehendak/Yang Menentukan). Mustahil Allah tidak
menentukan apalagi diatur/ditentukan.
Dalilnya yaitu dalil sifat Iradah. Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud, dia
berkata: ”Ummu Habibah pernah berdo’a, “Ya Allah, panjangkanlah usia suamiku
Rasulullah Saw., juga ayahku Abu Sufyan, dan saudaraku Mu’awiyah.” Rasulullah
Saw. lalu bersabda kepada isterinya itu: “Itu artinya kamu memohon kepada Allah
ajal-ajal yang sudah dibuat, sejarah-sejarah yang sudah ditentukan, dan
rizki-rizki yang sudah dibagi. Sedikitpun daripadanya tidak akan dimajukan atau
ditangguhkan dari waktunya. Sekiranya kamu memohon kepada Allah agar Dia
berkenan melindungimu dari siksa neraka dan siksa kubur, niscaya hal itu lebih
baik bagimu.” (HR. Muslim)
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk berdoa
kepada Allah ta’ala atas kebajikan dunia dan akhirat, serta memohon agar
dihindari dari keburukan di dunia dan di akhirat.
16. عَالِمٌ ‘Alimun (Yang
Mengetahui) Mustahil Allah Dzat yang jahil
(bodoh)
Dalilnya yaitu dalil sifat ‘Ilmu. Maka
patut bagi mu`min mu’taqad untuk senantiasa minta pertolongan kepada Allah ta’ala di
dalam setiap hal dan minta agar dipelihara dari setiap kejahatan dunia dan
akhirat.
17. حَيٌّ Hayyun
(Yang Hidup) Mustahil Allah Dzat yang mati.
Dalilnya yaitu dalil sifat Hayah. Maka
patut bagi mu`min mu’taqad untuk banyak bertawakkal (berserah diri dalam segala
hal) kepada Allah ta’ala.
18. سَمِيْعٌ Sami’un
(Yang Mendengar). Mustahil Allah
tuli (tidak mendengarkan)
Dalilnya yaitu dalil sifat Sama’. Rasulullah Saw. bersabda dalam Hadits Qudsi
bahwa Allah Swt. telah berfirman: “Sesungguhnya Aku (berbuat) seperti yang
disangka oleh hambaKu. Aku bersamanya ketika ia mengingatKu. Jika ia
mengingatKu di dalam hatinya, maka Aku akan Mengingatnya di dalam HatiKu. Jika
ia mengingatKu di suatu kumpulan orang, maka Aku akan Mengingatnya di dalam
jama’ah yang lebih baik (Allah menceritakan/membanggakan manusia yang berdzikir
dan berdo’a di hadapan malaikat). Jika ia mendekati Aku sejengkal, maka Aku
akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati Aku sehasta, maka akau akan
mendekat padanya sedepa. Jika ia mendekat padaKu sambil berjalan. Maka Aku
Mendekat kepadanya dengan bergegas. Sesungguhnya hisabKu sangat cepat.”
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
senantiasa memberi pujian kepada Allah ta’ala dan banyak berdo’a
kepadaNya (dan berprasangka baik).
19.
بَصِيْرٌ Bashiran (Yang Melihat). Mustahil Allah yang buta (tidak melihat)
Dalilnya yaitu dalil sifat Bashar.
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk senantiasa banyak malunya kepada Allah ta’ala
Yang Melihatnya ketika ia berbuat dosa atau meninggalkan yang fardhu.
20. مُتَكَلِّمٌ Mutakalliman
(Yang Berkata/Berfirman). Mustahil Allah Dzat Yang tidak berkata (bisu)
Dalilnya yaitu dalil sifat Kalam. Sebagaimana
telah dikatakan, bahwa al-Qur`an itu adalah Kalamullah. Kalamullah
adalah Qadim. Sewaktu kita membaca al-Qur`an berarti kita sedang
mengucapkan apa yang dikatakan Allah. Maka siapa yang mendengar al-Qur`an
hendaknya ia mengucapkan, “Allah”; agar ia ingat bahwa al-Qur`an adalah
Kalam Allah, Rabbul ‘alamin. Rasulullah Saw. Bersabda: “Barangsiapa ingin
berdialog dengan Allah, maka bacalah al-Qur`an.”
Maka patut bagi mu`min mu’taqad untuk
senantiasa banyak membaca al-Qur`an dengan khusyu’, hormat dan penuh ta’dzim
dengan tajwid (tartil) dan bukan dengan adu baca qira`ah.
BAB III. PEMBAGIAN SIFAT ALLAH DAN PEMAHAMANNYA
1. Sifat Nafsiyyah: yaitu hal yang wajib bagi Dzat selama Dzat bersifat
wujud (ada) tidak disebabkan suatu sebab. Yang termasuk sifat nafsiyah adalah sifat وُجُودٌ
2. Sifat Salbiyyah/Penolakan: yaitu sifat yang seakan-akan menafikan sifat/sesuatu
yang tidak layak pada Allah ‘azza wajalla. Sifat
ini mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak pantas bagi Allah
Dzat Yang Sempurna. Yang termasuk sifat
salbiyah adalah sifat: قِدَمٌ - بَقَاءٌ - مُخَالَفَةُ لِلْحَوَادِثِ- قِيَامُهُ تَعَالَى بِنَفْسِهِ- وَحْدَانِيَة
3. Sifat Ma’aniy:
yaitu setiap sifat yang ada pada Dzat
yang mewajibkan Dzat bersifat Ma’nawiyyah.
Yang termasuk sifat ma’aniy yaitu: كَلامٌ -بَصَرٌ -سَمْعٌ -حَيَاةٌ -عِلْمٌ -إِرَادَة –قُدْرَة
4. Sifat
Ma’nawiyyah: yaitu hal yang tetap bagi Dzat dikarenakan Dzat bersifat Ma’ani.
Jadi kedua sifat ini saling memerlukan (berhubungan). Yang termasuk sifat ma’nawiyah yaitu: مُتَكَلِّمٌ -بَصِيْرٌ -سَمِيْعٌ -حَيٌّ -عَالِمٌ -مُرِيْدٌ -قَادِرٌ
Kemudian adapun yang harus (Jaiz) bagi Allah adalah
satu, yaitu melakukan segala mumkinat (sesuatu yang bersifat
mungkin) atau meninggalkannya.
Wajib pula bagi tiap mukallaf mengi’tiqadkan dengan 9 I’tiqad
lagi.
1. Mustahil pada Allah
ta’ala kewajiban atasNya membuat segala yang mungkin atau
meninggalkannya; yaitu lawan dari yang harus (Jaiz) pada Allah
ta’ala.
2.
Maha Suci Allah daripada
mengambil faidah dari segala perbuatanNya atau dari hukumNya.
3.
Mustahil pada Allah
mengambil faidah dari segala perbuatanNya atau dari hukumNya.
4.
Wajib bagi segala mumkinat (sesuatu yang bersifat mungkin)
bahwa ia tiada memberi bekas/pengaruh dengan kekuatannya.
5.
Mustahil bagi segala mungkin bahwa ia memberi bekas/pengaruh
dengan kekuatannya.
6.
Wajib I’tiqad bahwa alam semesta adalah huduts (baharu)
7.
Mustahil alam semesta itu qadim (terdahulu).
8. Wajib bagi segala mumkinat (sesuatu
yang bersifat mungkin) tiada memberi bekas
dengan tabiatnya.
9. Mustahil bagi segala mumkinat (sesuatu
yang bersifat mungkin) memberi bekas dengan tabiatnya.
Demikianlah
‘aqaid 50 yang merupakan ma’na ”Laa Ilaaha Illallaah”. Sebab ma’na ”Laa
Ilaaha” ialah Tiada Yang disembah dengan haq (sebenarnya). Dan Yang
disembah dengan sebenarnya adalah Yang Kaya (Yang Tidak Membutuhkan) dari yang
selainNya, dan faqir (membutuhkan) kepadaNya yang selainNya. Nyatalah Kekayaan
Allah ‘azza wajalla dari
yang selainNya, dan faqir kepadaNya yang selainNya (buktinya adalah 50 ‘aqaid
yang telah lewat).
A.
Yang menyatakan “Allah
Yang Kaya dari setiap yang selainNya”, yaitu 14 ‘aqaid di bawah
ini dengan lawannya:
1. وُجُودٌ
2. قِدَمٌ
3. بَقَاءٌ
4. مُخَالَفَةُلِلْحَوَادِثِ
5. قيامه تعالى بنفسه
6. سَمْعٌ
7. بَصَرٌ
8. كَلامٌ
9. سَمِيْعٌ
10. بَصِيْرٌ
11. مُتَكَلِّمٌ
12.
Mustahil (pada Allah)
kewajiban atasNya membuat segala yang mungkin atau meninggalkannya.
13.
Maha Suci Allah
dari mengambil faidah.
14. (Wajib) segala mumkinat (sesuatu
yang bersifat mungkin) tiada memberi bekas
dengan kekuatannya.
B. Yang menyatakan “Berkehendak kepadaNya tiap-tiap yang
selainNya”, yaitu 11 ‘aqaid di bawah ini dengan lawannya:
1. وَحْدَانِيَة
2. قُدْرَة
3. إِرَادَة
4. عِلْمٌ
5. حَيَاةٌ
6. قَادِرٌ
7. مُرِيْدٌ
8. عَالِمٌ
9. حَيٌّ
10.
(Wajib) alam semesta itu baharu.
11. (Wajib) yang selainNya tiada memberi bekas dengan
tabiatnya.
BAB IV. SIFAT WAJIB, MUSTAHIL DAN JA’IZ BAGI PARA RASUL
Kemudian
di bawah ini adalah sifat-sifat yang wajib dan yang mustahil bagi para Rasul shalawatullah
‘alaihim wasalamuhu ta’ala.
1. Shiddiq
(benar), mustahil kadzib (dusta).
2.
Amanah (dapat dipercaya),
mustahil khianat.
3.
Tabligh (menyampaikan),
mustahil katiman (menyembunyikan).
4. Fathanah
(sempurna pengertiannya/cerdas), mustahil baladah (dungu).
Kemudian
adapun yang harus (Jaiz) bagi para Rasul adalah satu, yaitu
tubuhnya berperangai seperti manusia biasa. Contohnya makan, minum, tidur dan
bangun, sakit. Mustahil mereka menjadi kekurangan (tidak seperti manusia
normal) seperti sakit gila. Demikianlah ‘aqaid 60.
BAB V. RUKUN IMAN
Iman
itu artinya tashdiq (membenarkan. Islam
artinya menjunjung segala perintah Allah/tha’at). Rukun
iman ada 6, yaitu:
1. Beriman kepada Allah ta’ala.
Bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang disembah dengan haq.
2. Beriman kepada para Malaikat.
Bahwasanya mereka itu hamba Allah yang mulia, bukan
laki-laki, bukan perempuan, dan sangat taat kepada Allah dan tiada berbuat
ma’siat. Malaikat yang wajib dihafal namanya ada 10, yaitu:
1. Jibril As. tugasnya ialah menyampaikan wahyu.
2. Mikail As. tugasnya ialah mengatur hujan dan rizqi.
3.
Israfil
As. tugasnya ialah meniup sangkala.
4.
‘Izrail As. tugasnya ialah mencabut nyawa.
5.
Raqib As. tugasnya ialah mencatat perbuatan baik.
6. ‘Atid As. tugasnya ialah mencatat perbuatan buruk.
7. Munkar As. tugasnya ialah menanyai di alam qubur.
8.
Nakir As. tugasnya ialah menanyai di alam qubur.
9.
Ridhwan As. tugasnya ialah menjaga pintu surga.
10. Malik As. tugasnya ialah menjaga pintu neraka.
3. Beriman kepada kitab-kitab Allah.
Kita harus percaya kepada kebenaran kitab-kitab Allah,
baik keberadaannya maupun isinya. Dan juga shuhuf
atau shahifah, yaitu lembaran-lembaran suci yang berisi Kalamullah
yang diturunkan kepada beberapa Nabi. Kitab
Allah itu ada 4, yaitu:
1.
Taurat diturunkan kepada Nabi Musa As.
2.
Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud As.
3.
Injil diturunkan kepada Nabi ‘Isa As.
4.
Al-Qur`an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Sedangkan
shuhuf atau shahifah berjumlah:
- 60 shuhuf diturunkan kepada Nabi Syits As.
- 30 shuhuf diturunkan kepada Nabi Ibrahim As.
- 10 shuhuf diturunkan kepada Nabi Musa As. (sebelum taurat diturunkan)
- 30 shuhuf diturunkan kepada Nabi Idris As. (menurut suatu pendapat)
4. Beriman kepada para Nabi dan Rasul ‘alihimushshalatu
wassalam.
Di bawah ini nama 25 Nabi dan Rasul yang harus diketahui,
yaitu yang disebut di dalam al-Qur`an:
1.
Adam As.
2.
Idris As. (QS. Maryam ayat 56-57; QS. al-Anbiya` ayat 85-86)
3.
Nuh As. (QS.Hud ayat 25)
4.
Hud As. (QS.Hud ayat 50)
5.
Shalih As. (QS.Hud: 61)
6.
Ibrahim As. (QS. al-An’am ayat 76-79; QS. Shad ayat 45)
7.
Luth As. (QS. al-‘Ankabut ayat 28)
8.
Isma’il As. (QS. ash-Shaffat ayat 182)
9.
Ishaq As. (QS. Hud ayat 71)
10.
Ya’qub As. (QS. al-Baqarah ayat 133)
11.
Yusuf As. (QS. Yusuf ayat 4-5)
12.
Ayyub As. (QS. Shaad ayat 41-44)
13.
Syu’aib As. (QS. al-A’raf ayat 85)
14.
Harun As. (QS. al-Qashash ayat 34)
15.
Musa As. (QS. al-Qashash ayat 30)
16.
Ilyasa’ As. (QS. al-An’am ayat 86)
17.
Dzulkifli As. (QS. al-Anbiya ayat 85-86)
18.
Dawud As. (QS. al-Isra` ayat 55)
19.
Sulaiman As. (QS. an-Naml ayat 16)
20.
Ilyas As. (QS. ash-Shaffat ayat 123-126)
21.
Yunus As. (QS. al-Anbiya` ayat 87-88)
22.
Zakariya As. (QS. Maryam ayat 4-6)
23.
Yahya As. (QS. Maryam ayat 12-13)
24.
‘Isa As. (QS. Maryam ayat 30-34)
25.
Muhammad Saw.
5. Beriman kepada hari Qiamat dengan segala hal ihwalnya.
Misalnya (padang) mahsyar, (jembatan) shirath,
mizan (timbangan), syafa’at (Rasulullah Saw.), (telaga) kautsar,
surga, dan neraka.
6. Beriman kepada taqdir Allah dalam setiap kejadian.
BAB VI. MENGENAL RASULULLAH SAW.
Wajib
bagi mukallaf untuk mengetahui hal ihwal Rasulullah Saw., yaitu sebatas ikhtishar
(ringkasan) riwayat hidup Rasulullah Saw.
Inilah ringkasannya:
Rasulullah
Saw. dilahirkan di Makkah al-Musyarrifah yang mulia, dengan beberapa tanda dari
Allah ta’ala akan kemuliaan Nabi Muhammad Saw. sewaktu dilahirkan oleh
ibunya.
Beliau
Saw. berkulit putih, perangai serta tingkah lakunya sangat baik, begitu pula
ibadahnya.
Di
masa lewat usianya 49 tahun, maka beliau Saw. dikaruniakan Isra` Mi’raj oleh
Allah Swt. dalam satu malam dari Makkah ke Baitul Maqdis lalu naik ke tujuh
lapis langit bersama-sama Jibril As. Untuk menerima segala
perintah Allah ‘azza wajalla kepada sekalian manusia dan sekalian
jin.
Di masa usianya 52 tahun,
maka beliau hijrah ke negeri Madinah al-Munawwarah, negeri mulia kedua.
Di masa usianya 63 tahun
wafatlah Rasulullah Saw. di negeri Madinah, di situlah beliau Saw. dikuburkan.
Wajib diketahui pula akan
nama ayahanda dan ibunda Rasulullah Saw. dan menurut sebagian ulama wajib pula
mengetahui nama-nama anak keturunannya:
·
Nama Ibunda Rasulullah Saw.: Aminah binti
Wahhab.
·
Nama Ayahanda Rasulullah Saw.: Abdullah bin Abdul Muthallib bin
Hasyim bin Abdu Manaf.
Tabel berikut ini adalah
nama-nama istri-istri Rasulullah, putra-putri Rasulullah, menantu Rasulullah
dan cucu-cucu Rasulullah Saw.:
No
|
Nama Istri-istri Rasulullah Saw.
|
Nama Putra-putri Rasulullah Saw.
|
1.
|
Khadijah binti Khuwailid
|
Fathimah az-Zahra (menikah dengan Ali bin Abi
Thalib) dan memiliki 2 putra; Hasan dan Husein
|
2.
|
Juwairiyah
|
Qasim
|
3.
|
Zainab
|
Abdullah ath-Thayyib ath-Thahir
|
4.
|
Hindun
|
Ibrahim
|
5.
|
Ramlah
|
Zainab
|
6.
|
Maimunah
|
Ruqayyah (menikah dengan Utsman bin Affan)
|
7.
|
Shafiyyah
|
Ummu Kultsum (menikah dengan Utsman bin
Affan)
|
8.
|
Saudah
|
|
9.
|
Hafshah binti Umar bin Khaththab
|
|
10.
|
‘Aisyah binti Abubakar ash-Shiddiq
|
BAB VII. MAKNA
SYAHADAT PERTAMA
Di
bawah ini adalah beberapa makna kalimaT tauhid. Mudah-mudahan dengan taufiq
Allah ta’ala dibukakan hati yang membacanya dengan menghadhirkan
segala makna tersebut di dalam hatinya hingga dapat tercampur cahaya makna dua
kalimat syahadat di darah dagingnya selama hidupnya hingga matinya dengan
husnul khatimah. Berkata sebagian ulama bahwa dua kalimat syahadat itu hurufnya
ada 24. Di dalam sehari semalam ada 24 jam. Diharapkan ampunan Allah dengan 24
huruf itu atas dosa selama 24 jam. Dan dua kalimat syahadat ada tujuh
kalimat/kata. Diharapkan ampunan Allah atas dosa tujuh anggota dan dihindari
dari tujuh neraka.
اللّهُ مثبت
|
إلا اثبات
|
إلٰهَ منفى
|
لا نفى
|
|||
Yang Ditetapkan
|
Penetapan
|
Yang Ditolak
|
Penolakan
|
|||
إِلا اللهُ المَعْبُودُ بِحَقٍّ
|
لامَعْبُودَبِحَقٍّ فِى الوُجُودِ
|
|||||
Hanya Allah Yang disembah dg sebenarnya
|
Tiada Yang disembah dengan sebenarnya
|
|||||
اِلا اللهُ المُستَغنِيُ عَنْ كُلِّ
مَاسِوَاهُ المُفتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ مَاعَداه
|
لامُستَغْنِيًاعَنْ كُلِّ مَاسِوَاهُ
وَمُفْتَقِرًا إِلَيْهِ كُلُّ مَاعَداه
|
|||||
Hanya Allah Yang Kaya dari yang selainNya, dan faqir kepadaNya
yang selainNya
|
Tiada Yang Kaya dari yang selainNya, dan faqir kepadaNya yang
selainNya
|
|||||
إِلااللهُ الوَاجَبُ الوُجُودِ
|
لاوَاجِبَ الوُجُودِ
|
|||||
Hanya Allah Yang Wajibul Wujud
|
Tiada Yang wajib akan wujudnya
|
|||||
إلا اللّهُ المُسْتَحِقُّ
لِلعِبَادَةِ بِحَقٍّ
|
لا مُسْتَحِقًّا لِلعِبَادَةِ بِحَقٍّ
|
|||||
Hanya Allah yang berhak untuk disembah
|
Tiada Yang mempunyai hak untuk disembah
|
|||||
إلا اللّهُ الخَالِقُ كُلِّ شَيءٍ
|
لاخَالِقَ
|
|||||
Hanya Allah Yang Menciptakan sekalian
makhluk
|
Tiada Yang Menciptakan sekalian makhluk
|
|||||
إلا اللّهُ الرَّازِقُ كُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ رَازِقَ
|
|||||
Hanya Allah Yang Memberi rizqi bagi setiap makhluk
|
Tiada Yang Memberi rizqi
|
|||||
إلا اللّهُ المُحْيِى كُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ مُحْيِى
|
|||||
Hanya Allah Yang Menghidupkan
|
Tiada Yang Menghidupkan
|
|||||
إلا اللّهُ المُمِيْتُ كُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ مُمِيْتَ
|
|||||
Hanya Allah Yang Mematikan
|
Tiada Yang Mematikan
|
|||||
إلا اللّهُ المُحَرِّكُ كُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ مُحَرِّكَ
|
|||||
Hanya Allah Yang Menggerakkan
|
Tiada Yang Menggerakkan
|
|||||
إلا اللّهُ المُسَكِّنُ كُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ مُسَكِّنَ
|
|||||
Hanya Allah Yang Mendiamkan
|
Tiada Yang Mendiamkan
|
|||||
إلا اللّهُ النَّافِعُ لِكُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ نَافِعَ
|
|||||
Hanya Allah Yang Memberi Manfaat
|
Tiada Yang Memberi Manfaat
|
|||||
إلا اللّهُ الضَّارُّ لِكُلِّ شَيءٍ
|
ﻻ ضَارَّ
|
|||||
Hanya Allah Yang Memberi Mudharat
|
Tiada Yang Memberi Mudharat
|
|||||
إلا اللّهُ المُتَصَرِّفُ فِى
الوُجُودِ
|
ﻻ مُتَصَرِّفَ فِى الوُجُودِ
|
|||||
Hanya Allah Yang Melakukan di dalam segala
keadaan
|
Tiada Yang Melakukan di dalam segala
keadaan
|
|||||
Telah
diketahui bahwa segala yang wajib bagi sekalian Rasul ‘alihimushshalatu wassalam
yaitu 4 perkara, dan yang mustahil pada mereka itu 4 perkara, yaitu lawan dari
yang wajib. Dan yang harus bagi mereka itu satu perkara. Maka jumlahnya 9
‘aqaid pada sekalian Rasul. Dan disertakan di sini 4 perkara pada rukun iman:
1.
Percaya pada sekalian Rasul ‘alihimushshalatu wassalam dan bahwasanya Nabi
Muhammad adalah Rasul penghabisan dan beliau lebih utama dari sekalian makhluk.
2.
Percaya pada sekalian Malaikat.
3.
Percaya pada semua kabar/berita yang turun dari langit.
4.
Percaya pada hari Qiamat.
Maka jumlahnya 13
‘aqaid, ini masuk pada kalimah syahadat yang kedua sebagaimana tersebut di
bawah ini. Sebab semua itulah diberitakan oleh Rasulullah Saw., maka tiap-tiap
yang diberitakan oleh beliau adalah haq/benar:
1. Shiddiq.
Nabi Muhammad dan sekalian Rasul haq/benar perkataannya.
2. Amanah.
Nabi Muhammad dan sekalian Rasul dipercaya dengan sempurna sehingga orang
merasa aman terhadapnya.
3. Tabligh.
Nabi Muhammad dan sekalian Rasul telah menyampaikan segala perintah Allah ta’ala.
4.
Fathanah. Nabi Muhammad dan
sekalian Rasul sempurna pemahaman dan pengetahuannya.
5.
Mustahil pada sekalian mereka itu lawan empat perkara di atas.
6.
Harus bagi sekalian mereka itu bertingkah laku seperti layaknya
manusia yang tiada menjadi kekurangan.
7.
Sekalian Rasul ‘alihimushshalatu wassalam adalah haq/benar.
8.
Nabi Muhammad Saw. penghabisan/penutup para Rasul (Khataman
Nabiyyin) dan lebih utama dari sekalian makhluk.
9. Benar sekalian mereka itu ‘alihimushshalatu wassalam)
10. Benar sekalian kitab yang turun kepada sekalian Rasul.
11. Benar segala kabar tentang hari Qiamat yang telah
dikabarkan oleh Rasulullah Saw.
Maka
dengan apa yang telah tersebut di dalam kitab ini memadailah untuk mendapatkan
yang wajib daripada ilmu tauhid. Adapun yang lebih dari ini daripada
kitab-kitab ilmu ushul yang panjang penjabarannya dan yang dalam
ibarat/pelajarannya, maka tiada harus untuk mengajarkan yang demikian itu
kepada sembarang orang (yang belum baik ilmunya). Dalam kitab Syeikh Ibnu Hajar
dikatakan: “Termasuk dosa besar yaitu membebankan kepada orang yang bodoh
dan orang-orang yang belum biasa membaca segala ilmu atas memikir pada Dzat
Allah ta’ala dan pada ShifatNya dan pada segala ilmu ushuluddin yang
orang-orang itu tiada sampai aqalnya untuk menerima mafhumnya, maka ini menjadi
menyesatkan mereka, sebab mereka dapat menyangka apa saja tentang Dzat Allah
ta’ala atau ShifatNya yang bahwa itu mustahil pada Allah ta’ala, maka dengan
yang demikian itulah bisa menjadi kafir atau menjadi ahli bid’ah pada hal ia
keliru, suka hatinya dengan sangkaannya itu. Ia menyangka bahwa ia telah
mengerti betul-betul, maka bahwa sangkanya itu didapat dari kejahilannya dan
dari tiada akalnya.”
[1] Jazim itu ada empat, yaitu: a) Jazim mufaqah pada haq dengan dalil, inilah ma’rifah. b) Jazim mufaqah pada haq tanpa dalil, inilah taqlid shahih (mengikut yang benar tanpa dalil). c) Jazim tiada mufaqah pada haq dengan dalil, inilah jahil markab (kebodohan yang membodohi). d)Jazim tiada mufaqah pada haq tanpa dalil, inilah taqlid bathil (mengikut yang salah tanpa ilmu).
5 comments:
ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH
MOHON MA'AF...DAN MOHON IDZIN MENGCOPY, UNTUK PEALAJARAN SANTRI-SANTRI DI TEMPAT KAMI....
TTD
Assalamu alaikum wr.wb, saya izin mengcopy ya buat bekal beribadah, saya ucapkan terimakasih semoga kebaikannya dibalas oleh Allah SWT amiin...
Assalamualaikum... saya mohon maaf sebab sudah menyalin sebelum sempat saya meminta izin. Harap Tuan izinkan dan terima kasih atas perkongsian ini
mohon jawapan,rujukan mana ya dari apa yang Tuan karang ini seperti ada kemusykilannya. asbab,sya juga belajar dipesantren dan tak sama seperti apa yang tuan karangkan ini. boleh rujuk kitab sifat 20.
ada banyak kepelikkan dari apa yang tuan tulis di sini. mengapa harus sebut yesus?
kenapa ada rujukan kitab lain selain kitab al Quran?
Izin mengcopy pelajaran ini guru semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan modal hidup berkah dunia akherat pahalanya terus mengalir kepada panjenengan sampai kepada penyusun kitab amin.
Post a Comment