Sunday, 9 February 2014

Allahu Allah Shofat Lii

هذه القصيدة لسيدنا الإمام العارف بالله تعالی فخر الوجود ألشيخ أبی بکر بن سالم العلوی رضي الله عنه ونفعنابه آمين
 **********

ألله الله ياالله ۰ ألله الله ياالله ألله الله ياالله ۰ و نعم الوالی واليها
Allâhu Allâhu Allâh.. Allâhu Allâhu Allâh.. Allâhu Allâhu Allâh.. Wa ni’mal wâlî wâlîhâ

صفت لی حميا خلي ۰ وأسقيت من صافيها
Shofat lî humayyâ khillî  wa usqîtu min shôfîhâ

وأقبل وثنی يملی ۰ علي الذی يعليها
Wa aqbal wa tsannâ yumlî  ‘Alayyalladzî yu’lîhâ

و من ذا شربها مثلي ۰ أنا قبل لا يصفيها
Wa man dzâ syaribhâ mitslî  Ana qoblu lâ yushfîhâ

أنا قبل قبل القبلي ۰ ويديت علی هاليها
Ana qoblu qoblil qoblî  wa yudîtu ‘alâ hâlîhâ

أنا أعطيت کل الفضل ۰ تگرم علي واليها
Ana u’thîtu kullal fadl-li  takarrom ‘alayy wâlîhâ

أنا المجتبی بين أهلي ۰ وشفعت فی عاصيها
Anal mujtabâ baina ahlî  wa syufi’tu fî ‘âshîhâ

أنا أعذل أنادی ولی ۰ أنا شيخها قاضيها
Ana a’dzil unâdî walî  ana syaikhuhâ qôdlîhâ

أنا شيخ أهل الوصل ۰ تگرم علي باريها
Ana syaikhu ahlil washli  takarrom ‘alayy bârîhâ

أنا حتف أهل العدل ۰ و نار الجحيم أطفيها
Ana hatfu ahlil ‘adli  wa nârol jahîmi uthfîhâ

و سيفی ودرعی مجلی ۰ أعاقب علی تاليها
Wa saifî wadir’î majlî  u’âqib ‘alâ tâlîhâ

فمن گان ينکر فعلي ۰ يجرب و أنا حاميها
Faman kâna yunkir fi’lî  yujarrib wa ana hâmîhâ

أنا باذها والشهب ۰ أنا للمثانی أقريها
Ana bâdzuhâ wasysyuhbi  ana lilmatsânî uqrîhâ

وعين الحقيقة عيني ۰ وأشرب من صافيها
Wa ‘ainul haqîqoh ‘ainî  wa asyrobu min shôfîhâ

و فخر الوجود فخری ۰ أبو بکر لی يحميها
Wa fakhrul wujûdi fakhrî  Abû Bakrin lî yahmîhâ

و فخر الوجود فخری ۰ أبو بکر لی يحميها
Wa fakhrul wujûdi fakhrî  Abû Bakrin lî yahmîhâ

فقد طاب فيها أصلی ۰ أنا للفروع أغذيها
Faqod thôba fîhâ ashlî  ana lilfurû’i ughdzîhâ

وراقت حميا قربي ۰ وإني لها ساقيها
Wa rôqot humayyâ qurbî  wa innî lahâ sâqîhâ

وافلت شموس الکل ۰ وهاشمسنا ضاحيها
Wâfalat syumûsul kulli  wa hâsyamsunâ dlôhîhâ

أنا عرشها والکرشي ۰ أنا للسما بانيها
Ana ‘arsyuhâ wal kursî  ana lissamâ bânîhâ

شف أهل الکسا بالفضل ۰ و جبريل لی راويها
Syuf ahlal kisâ bil fadl-li  wa jibrîlu lî rôwîhâ

فهذه رسالة تنبي ۰ بنص القرآن أتليها
Fahâdzih risâlah tunbî  binashshil qur-ãn utlîhâ

وأشکر لنعمة ربی ۰ ولکن لا أحصيها
Wa asykur li ni’mah robbî  wa lâkin lâ uhshîhâ

وبثيت منها وهبي ۰ علی من تبعني فيها
Wa batstsaitu minhâ wahbî  ‘alâ man tabi’nî fîhâ

واختم بخير الرسل ۰ نبي الهدی هاديها
Wakhtim bi khoirir-rusli  nabiyyil hudâ hâdîhâ

Thursday, 23 January 2014

Siti Muthi'ah, Wanita Pertama Masuk Syurga

SUATU hari putri Nabi SAW. Fatimah Az Zahra ra. bertanya kepada Rasulullah SAW., siapakah wanita pertama yang memasuki surga setelah Ummahatul Mukminin  setelah istri-istri Nabi SAW.? Rasulullah bersabda: Dialah Mutiah.

Berhari-hari Fatimah Az Zahra berkeliling kota Madinah untuk mencari tahu keberadaan siapa Mutiah itu dan dimana wanita yang dikatakan oleh Nabi SAW. itu tinggal. Alhamdulillah dari informasi yang didapatkannya, Fatimah mengetahui keberadaan dan tempat tinggal Mutiah di pinggiran kota Madinah.
Atas ijin suaminya Ali bin Abi Thalib, maka Fatimah Az Zahra dengan mengajak Hasan putranya untuk bersilaturahmi ke rumah Mutiah pada pagi hari. Sesampainya di rumah Mutiah, maka Fatimah yang sudah tidak sabar segera mengetuk pintu rumah Mutiah dengan mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum ya ahlil bait.” Dari dalam rumah terdengar jawaban seorang wanita, “Wa’alaikassalaam … siapakah diluar?” lanjutnya bertanya. Fatimah menjawab, “Saya Fatimah putri Muhammad SAW.” Mutiah menjawab, “Alhamdulillah, hari ini rumahku dikunjungi putri Nabi junjungan alam semesta.”
Segera Mutiah membuka sedikit pintu rumahnya, dan ketika Mutiah melihat Fatimah membawa putra laki-lakinya yang masih kecil (dalam riwayat masih berumur 5 tahun). Maka Mutiah kembali menutup pintu rumahnya kembali, terkagetlah Fatimah dan bertanyalah putri Nabi SAW kepada Mutiah dari balik pintu.
“Ada apa gerangan wahai Mutiah? Kenapa engkau menutup kembali pintu rumahmu? Apakah engkau tidak mengijinkan aku untuk mengunjungi dan bersilaturahim kepadamu?”
Mutiah dari balik pintu rumahnya menjawab, “Wahai putri Nabi, bukannya aku tidak mau menerimamu di rumahku. Akan tetapi keberadaanmu bersama dengan anak laki-lakimu Hasan, yang menurut ajaran Rasulullah tidak membolehkan seorang istri untuk memasukkan laki-laki ke rumahnya ketika suaminya tidak ada di rumah dan tanpa ijin suaminya. Walaupun anakmu Hasan masih kecil, tetapi aku belum meminta ijin kepada suamiku dan suamiku saat ini tidak berada dirumah. Kembalilah besok biar aku nanti meminta ijin terlebih dahulu kepada suamiku.”
Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita mulia ini, bahwa argumentasi Mutiah memang benar seperti yang diajarkan ayahnya Rasulullah SAW. Akhirnya Fatimah pulang dengan hati yang bergejolak dan merencanakan akan kembali besok hari.
Pada hari berikutnya ketika Fatimah akan berangkat ke rumah Mutiah, Husein adik Hasan rewel tidak mau ditinggal dan merengek minta ikut ibunya. Hingga akhirnya Fatimah mengajak kedua putranya Hasan dan Husein. Dengan berpikir bahwa Mutiah sudah meminta ijin kepada suaminya atas keberadaannya dengan membawa Hasan, sehingga kalau dia membawa Husein sekaligus maka hal itu sudah termasuk ijin yang diberikan kepada Hasan karena Husein berusia lebih kecil dan adik dari Hasan.
Namun ketika berada didepan rumah Mutiah, maka kejadian pada hari pertama terulang kembali. Mutiah mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, akan tetapi untuk Husein Mutiah belum meminta ijin suaminya.
Semakin galau hati Fatimah, memikirkan begitu mulianya wanita ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah SAW. dan begitu tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya.
Pada hari yang ketiga, kembali Fatimah bersama kedua anaknya datang ke rumah Mutiah pada sore hari. Namun kembali Fatimah mendapati kejadian yang mencengangkan, dia terkagum. Mutiah didapati sedang berdandan sangat rapi dan menggunakan pakaian terbaik yang dipunyai dengan bau yang harum, sehingga Mutiah terlihat sangat mempesona.
Dalam kondisi seperti itu, Mutiah mengatakan kepada Fatimah bahwa suaminya sebentar lagi akan pulang kerja dan dia sedang bersiap-siap menyambutnya. Subhanallah, kita merindukan istri yang demikian. Yaitu ketika suami pulang kerja dia berusaha menyambutnya dengan kondisi sudah mandi, sudah berdandan, sudah memakai pakaian yang bagus, dan siap menyambut kedatangan suami di halaman rumah dengan senyuman terindah penuh kasih dan sayang. Ya Allah, jadikanlah istri-istri kami seperti Mutiah.
Akhirnya Fatimah pulang kembali dengan kekaguman yang tak terperi kepada Mutiah. Dan pada hari yang keempat, Fatimah datang kembali ke rumah Mutiah lebih sore dan berharap bahwa suaminya sudah berada di rumah atau sudah pulang dari kerja. Dan Alhamdulillah memang pada saat Fatimah datang, suami Mutiah baru saja sampai di rumah pulang dari kerja.
Fatimah dan kedua anaknya Hasan dan Husein dipersilahkan masuk oleh Mutiah dan suaminya ke rumahnya. Fatimah melihat sebuah pemandangan yang jauh lebih mengesankan dibanding dengan yang dihadapinya sejak hari pertama. Mutiah sudah menyiapkan baju ganti yang bersih untuk suaminya, sambil menuntun suaminya ke kamar mandi. Mutiah terlihat mulai melepaskan baju suaminya, dan mereka berdua hilang masuk ke bilik kamar mandi. Dan yang dilakukan oleh Mutiah adalah memandikan suaminya. Subhanallah… Tsumma Subhanallah.
Selesai memandikan suaminya, Fatimah menyaksikan Mutiah menuntun suaminya menuju ke tempat makan. Dan suaminya sudah disiapkan makanan dan minuman yang dimasaknya seharian. Sebelum memakan makanan yang sudah disiapkan, Mutiah masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa cambuk sepanjang 2 meter dan diberikan kepada suaminya dengan mengatakan.
“Wahai suamiku, seharian aku telah membuat makanan dan minuman yang ada didepanmu. Sekiranya engkau tidak menyukai dan tidak berkenan atas masakan yang aku buat, maka cambuklah diriku.”
Tanpa bertanya apa-apa, Fatimah sudah memahami apa yang dikatakan oleh ayahnya Rasulullah SAW. tentang wanita pertama penghuni surga setelah para istri Nabi yaitu Mutiah.
Fatimah pulang menangis haru dan bahagia karena sudah mendapatkan jawaban bagaimana istri yang sholihah. Seperti yang ada pada diri Mutiah, yang mendapatkan kehormatan sebagai wanita yang paling dahulu memasuki surga Allah SWT.

Sunday, 19 January 2014

Qosidah Ya Habibana ‘Abdurrahman Assegaf

هذه القصيدة يا حبيبنا 
 
يا حبيبنا  ۲ عبد الرحمن السقاف يا شيخنا ۲ خارق العادة
Yaa habiibanaa 2x ‘Abdurrohmaan as-saqoof Yaa Syaikhonaa 2x khooriqol ‘aadah
Wahai kekasih kami Sayyid Abdurrahman As-Segaf, wahai guru kami yg diluar kebiasaan (keistimewaan)

أنتم ولينا أنتم حبيبنا أنتم شفيعنا يا خارق العادة
Antum waliyyunaa antum habiibunaa antum syafii’unaa yaa khooriqol ‘aadah
Engkau wali kami, engkau kekasih kami, engkau pemberi syafa’at kami, wahai orang yang diluar kebiasaan

أنتم سلفنا أنتم مدادنا أنتم إمامنا يا خارق العادة
Antum salafunaa antum madaadunaa antum imaamunaa yaa khooriqol ‘aadah
Engkau pendahulu kami, engkau kecintaan hati kami, engkau pemimpin kami wahai orang yg diluar kebiasaan

أنتم طبيبنا أنتم قلوبنا أنتم سداتنا يا خارق العادة
Antum thobiibunaa antum quluubunaa antum sadaatunaa yaa khooriqol ‘aadah
Engkau penyembuh kami, engkau kecintaan hati kami, engkau pemimpin kami wahai orang yg diluar kebiasaan.

يا ربنا ۲ إغفر ذنوبنا يا الله يا جواد
Yaa Robbanaa 2x ighfir dzunuubanaa yaa Allah yaa jawaad
Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, Ya Allah yang Maha Pemurah

يا ربنا ۲ إغفر ذنوبنا يا ربنا ۲ أنت ربنا
Yaa Robbanaa 2x ighfir dzunuubanaa yaa Robbanaa 2x Anta Robbunaa
Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, Wahai Tuhan kami, Engkaulah Tuhan kami

Qosidah Ya Hadi Sir Ruwaidan

يا حادی سر رويدا  ؛  وانشد امام الرکب
Yâ hâdî sir ruwaidân  wansyud amâmar-rokbi
Wahai pemandu rombongan berjalanlah perlahan, Bernyanyilah dihadapan mereka yang ikut serta dlm rombongan

فی الرکب لی عريب  ؛  أخذوا معهم قلبی
Fîr-rokbi lî ‘uroibun akhodzû ma’ahum qolbî
Bersama rombongan ada seorang yang kucintai, Mereka membawa bersama buah hatiku

من لی إذا أخذوا لی قلبی
Man lî idzâ akhodzû lî qolbî
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku

شتتونی فی البوادی  ؛  اخذوا منی فؤادی
Syatatûnî fîl bawâdî akhodzû minnî fu-âdî
Rombongan itu membuatku berkeluh kesah Karena membawa pergi kekasihku..

من لی إذا أخذوا لی قلبی
Man lî idzâ akhodzû lî qolbî
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku

فانح يا حويد العيس  ؛  وأنزل طيبة بالتقديس
Fanhu yâ huwaidal ‘îsi  wa anzil thoybah bittaqdîs
Maka berhentilah wahai pemandu kekasih, Singgahlah ke Madinah tempat yang suci

تخظی المنی بنيل القرب
Tukhdhôl munâ binailil qurbi
Niscaya tercapai cita–cita mu dengan hampir kepada Raudah Nabi

رفقا رفقابی ياحادی  ؛  رفقا رفقا بفؤادی
Rifqôn rifqôn bî yâ hâdî  rifqôn rifqôn bifu-âdî
Kasihanilah aku wahai pemandu.. kasihanilah hatiku yang rindu

من لی إذا أخذوا لی قلبی
Man lî idzâ akhodzû lî qolbî
Siapakah pendampingku jika mereka membawa kekasihku

الله الله الله يا إلهی يامجيب 
Allâh Allâh Allâh Yâ ilâhî yâ mujîbu
Ya Allah, Wahai Allah yang menerima doa

الله الله الله فبطيبة لی حبيب
Allâh Allâh Allâh fabithoybah lî habîb
Ya Alloh, Bagiku di Madinah seorang kekasih

الله الله الله أرجو يشفع لنا  الله الله يشفع لنا من ذنبی
Allâh Allâh Allâh arjû yasyfa’u lanâ Allâh Allâh Allâh yasyfa’u lanâ min dzanbî
Ya Allah, Aku mengharap syafaatnya, Agar terhapus segala dosa

الله الله الله الله لا إله إلا الله ، واحد جل علاه معبود بالليل والنهار
Allâh Allâh Allâh Allâh Lâ ilâha illâAllâh wâhidun jalla ‘ulâhu Ma’bûd billaili wannahâri
Allah Allah, Tiada tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa Yang Agung ketinggianNya Yang disembah pada malam dan siang

Qosidah Ya Ala Baitin Nabi

ياآل بيت النبی السيد العربی لکم مددت يدي ففرج کربي
Yâ ãla baitin-Nabî as-Sayyidil ‘Arobî  Lakum madadtu yadî fafarriju kurobî
Wahai keluarga Nabi, pemimpin bangsa Arab. Kepada kalianlah aku ulurkan tanganku, maka bantulah kesulitanku.

إعرف الحق لأهل الحق واسلك معاهم فی طريق التقی من حيث ساروا وراهم
I’rifil haqqi li ahlil haqqi wasluk ma’âhum Fî thorîqit-tuqô min haitsu sârû warôhum
Ketahuilah kebenaran dari ahlinya, berjalanlah bersama ketaqwaan mereka. Mereka berjalan di jalan ketaqwaan, tetaplah di belakang mereka.

فالسعادة منوطة کلها باقتفاهم بخت من قد رآهم أو رأی من رآهم
Fassa’âdah manûthoh kullahâ biqtifâhum Bakhta man qod rô-ãhum aw rô-â man rô-ãhum
Karena semua kebahagiaan, dapat diraih dengan mengikuti mereka. Sungguh beruntung orang-orang yang pernah melihat mereka atau melihat orang-orang yang pernah melihat mereka.

أو تعلق بهم دائم ولازم فناهم فإنهم قوم ماحد فی البرية گماهم
 Aw ta’allaq bihim dâ-im walâzam fînâhum Fa-innahum qoum mâhad fîl bariyyati kamâhum
Atau selalu berhubungan dengan mereka, atau tinggal di tempat mereka. Karena mereka adalah kaum yang tiada duanya dalam semua ciptaan ini.

لا ترافق وتصحب فی الخليقة سواهم فان مولاك وفر من هباته عطاهم
 Lâ turôfiq wa tash-hab fîl kholîqoti siwâhum Fa-inna maulâk waffar min hibâtih ‘athôhum
Janganlah engkau berteman dan bersahabat dengan makhluk selain dengan mereka. Karena Tuhanmu memberikan pemberian penuh (lengkap) kepada mereka.

باتباعه وحبه حقق الله رجاهم  ياهناهم بحب المصطفی يا هناهم
Bittibâ’ih wa hubbih haqqoqollâh rojâhum Yâ hanâhum bihubbil Mushthofâ yâ hanâhum
Dengan mengikuti dan mencintai beliau, Allah meyakinkan harapan mereka. Aduhai senangnya, aduhai senangnya mereka karena mendapat cinta Nabi al-Musthofa

رب بلغني أمالی بجاهه گماهم والصلاة علی خير الوری مصطفاهم
Robbi ballighnî amâlî bijâhih kamâhum  Washsholâtu ‘alâ khoiril warô Mushthofâ-hum
Wahai Tuhanku, dengan pangkat beliau sampaikanlah cita-citaku seperti mereka. Semoga sholawat selalu diberikan kepada manusia terbaik dan manusia pilihan.

Qosidah Ma Madda

 Qosidah Maa Madda Likhoiril Kholqi Yadaa
 
ما مد لخير الخلق يدا  أحد إلا وبه سعدا

Maa madda likhoiril kholqi yadaa ahadun illaa wabihi sa’idaa

فلذاك مددت إليه يدی  وبذلك کنت من السعدا

Falidzaaka madadtu ilaihi yadii wa bidzaalika kuntu minas-su’adaa

باب لله سما وعلا  قدرا وامتاز بکل علا

Baabun lillaahi samaa wa ‘alaa qodron wamtaaza bikullin ‘alaa

والکل بدعوته اتصلا  بالله وحاز به المددا

Wal kullu bida’watihit-tasholaa billaahi wa haaza bihil madadaa

إنی بالعسر وباليسر  بحماه الوذ مدی العمر

Innii bil’usri wa bilyusri bihimaahu aluudzu madaal ‘umri

واقول أغثنی ياذخری  وأنلنی من گفيك ندا

Wa aquulu aghitsnii yaa dzukhrii wa anilnii min kafaika nadaa

لا أرجو غيرك إن جارا  دهری وعدمت الأنصارا

Laa arjuu ghoiroka in jaaroo dahrii wa ‘adimtul anshooroo

بحياتك الق إلانظارا  گرما ياأفضل من سجدا

Bihayaatika alqi illaa-ndhooroo karommaa yaa afdlola man sajadaa

وعلي تعطف يااملی  بشفاء القلب من العلل

Wa ‘alayya ta’aththof yaa amalii bisyifaa-il qolbi minal ‘ilali

أيکون محبك فی وجل  وبجاهك لا أخشی احدا

Ayakuunu muhibbuka fii wajali wabijaahika laa akhsyaa ahadaa

وصلاة الله بلا حصر  لك تهدی ياسامی القدر

Wa sholaatullaahi bilaa hashri laka tuhdaa yaa saamiil qodri

ولألك والصحب الغر  ما ابدی الطائر تغريدا

Wa li-aalika washshohbil ghurri maa abdaath-thoo-iru taghriidaa

Thursday, 16 January 2014

Qosidah Ahlan Wasahlan Binnabi

 
أهلا وسهلا بالنبي ، أهلا وسهلا بالنبى

Ahlân wa sahlân binnabî, Ahlân wa sahlân binnabî
Selamat datang wahai Nabi, selamat datang wahai Nabi..

أهلا وسهلا بالنبي ، خير الأنام العربي

Ahlân wa sahlân binnabî, khoiril anâmil ‘arobî
Selamat datang wahai Nabi, sebaik baik manusia dari bangsa Arab.

صلوا علی هذا النبی ، الهاشمی المطلبی

Shollû ‘alâ Hâdzân-nabî , al-hâsyimîl muth-tholibî
Bersholawatlah kepada Nabi ini, yang berkabilah Hasyim dan Muththolib.

أحمد زکي النسب ، من وصفه فی الکتب

Ahmad zakiyyin-nasabi, man washfuhu fîl kutubi
Ahmad yang bernasab suci, sifat sifatnya terdapat pada Kitab kitab (yang diturunkan oleh Allah)

بمدح طه العربی ، تحلو صفوف الطرب

Bimad-hi Thôhal ‘arobî tahlû shufûfuth-thorobi
Dengan memuji Thôhâ yang berbangsa Arab ini, barisan barisan yang bergembira menjadi semakin indah.

فالهج به يامطربی ، دوما تفز بالأرب

Fâl haj bihi yâ muthribî daumân tafuz bil arobi
Ucapkanlah dengan deras wahai pendendang, terus menerus, niscaya kau akan mencapai segala cita-cita.

ياآل ودی أکثروا ، من ذکره وأبشروا

Yâ ãla wuddî aktsirû min dzikrihî wa absyirû
Wahai para pecinta, perbanyaklah menyebutnya, dan terimalah kabar gembira.

بکل خير بشروا ، کل محب للنبی

Bikulli khoirin basysyirû kulla muhibbin linnabî
Dengan segala kebaikan, berilah kabar gembira bagi setiap pecinta Nabi ini.

من لم يزر هذا النبى ، من مشرق أو مغرب

Man lam yazur hâdzân-nabî min masyriqin aw maghribi
Mereka yang tidak menziarahi Nabi ini, dari belahan timur atau barat bumi..

تباله من مذنب ، معرض للغضب

Tibbân lahû min mudznibin mu’arrodlun lilghodlobi
Celakalah dia yang berbuat dosa, ia akan menyongsong murka-Nya.

يا رب إکراما لمن جعلته مگرما

Yâ robbi ikrômân liman ja’altahu mukarromân
Wahai Tuhan, muliakanlah mereka yang menjadikan Nabi sebagai orang mulia.

صل عليه دائما ، وآله والصحب

Sholli ‘alaihi dâ-imân wa ãlihî wash-shohabi
Limpahan sholawat atasnya selalu, juga kepada keluarganya dan shohabatnya..

SEMBAHYANG ITU HARAM DAN ALLAH TIDAK BERKUASA.....

Perbezaan antara orang-orang syariat dan orang-orang hakikat dalam memahami agama Islam dan kenapa ilmu hakikat tidak berkembang luas
Assalamualaikum. Pertama2, tulisan ini bukanlah dibuat oleh saya, tetapi telah pun di copy dari berbagai laman web. Jadi, saya hanya copy dan paste kan saja sebagai renungan kita semua bersama.

Credit goes to original poster. -Kain Putih

Terjadi suatu peristiwa, seorang pemuda telah bertanya kepada guru tasawufnya tentang perbezaan antara orang-orang syariat dan orang-orang hakikat dalam memahami agama Islam dan kenapa ilmu hakikat tidak berkembang luas. Kemudian sang guru berkata..

“Untuk aku menjawab soalanmu itu wahai muridku, pergilah bertanya kepada kedua mereka akan dua persoalan ini iaitu yang pertama, adakah Allah itu berkuasa dan yang kedua, sembahyang itu apa hukumnya? Pergilah ke kampung sebelah kerana disana kamu akan menemui ulama syariat dan ulama hakikat. Bertanyalah kepada orang-orang kampung disana untuk mencari mereka.”

Akur atas arahan gurunya itu lantas si pemuda tanpa banyak bicara terus ke rumah ulama syariat yang terkenal dikampung sebelah dengan bertanya-tanya arah rumahnya kepada orang kampung. Sesampainya si pemuda itu dirumah ulama syariat tersebut dengan ramah mesra si pemuda diajak masuk ke dalam rumah yang serba sederhana itu. Sang ulama syariat kelihatan kemas berjubah putih dan berserban, ditambah raut wajahnya yang bersih tanda beliau seorang yang soleh. Si pemuda dilayan seperti anak sendiri dengan dijamu makan malam sebelum sesi dialog dijalankan. Usai makan malam terus sahaja sang ulama syariat memulakan bicara.

“Ada urusan apa sehingga kamu bertandang ke rumah saya ini wahai anak muda?”

Tanya sang ulama syariat dengan nada yang redup.

“Sebenarnya saya ingin mendapatkan jawapan diatas dua persoalan yang ingin saya ajukan berkenaan dengan agama Islam kita ini kepada ustaz. Soalannya ialah adakah Allah itu berkuasa dan yang kedua, sembahyang itu apa hukumnya?”

Setelah diam sejenak lalu sang ulama syariat menarik nafas dalam-dalam dan dengan tenang memberikan jawapannya.

“Ya, Allah itu memang berkuasa dan sembahyang itu hukumnya adalah wajib.”

Setelah mendapatkan jawaban daripada ulama syariat itu maka pemuda itu pulang sambil hatinya berazam untuk bertemu dengan ulama hakikat pula. Keesokkan harinya si pemuda mula merayau-rayau dikampung itu untuk mencari sang ulama hakikat. Puas bertanya dengan orang kampung maka tengah hari itu si pemuda bertemu dengan seorang makcik yang akhirnya bersetuju menunjukkan beliau dimana sang ulama hakikat berada.

Sesampainya ditempat yang dituju kelihatan seorang lelaki tua sedang membersihkan halaman rumahnya yang luas dihiasi taman bunga yang cantik. Rumahnya begitu besar dan mewah. Sang ulama hakikat yang berkulit gelap itu kelihatan memakai pakaian yang agak lusuh berbanding rumahnya yang begitu mewah. Sudah sepuluh minit si pemuda berbual-bual ringan dengan sang ulama hakikat namun kelihatan seolah-olah tiada tanda-tanda sang ulama hakikat mahu menjemput beliau masuk ke dalam rumahnya yang mewah itu.

“Ada apa urusan nak jumpa saya ini?”

Tanya sang ulama hakikat itu sambil tersenyum. Kemudian si pemuda bertanyakan soalan yang sama sebagaimana yang ditanyakan kepada sang ulama syariat.

“Sebenarnya saya ingin mendapatkan jawapan diatas dua persoalan yang ingin saya ajukan berkenaan dengan agama Islam kita ini kepada ustaz. Soalannya ialah adakah Allah itu berkuasa dan yang kedua, sembahyang itu apa hukumnya?”

Kelihatan sang ulama hakikat tersenyum sahaja mendengar soalan itu lantas dengan tahkik beliau menjawab..

“Wahai anak muda ketahuilah yang sebenarnya bahawa Allah itu tidak berkuasa dan sembahyang itu hukumnya adalah haram.”

Terperanjat besar si pemuda mendengar jawapan sang ulama hakikat yang bersahaja itu. Sukar rasanya si pemuda mahu menghadam jawapan yang baru disampaikan kepadanya itu. Tanpa berlengah-lengah maka si pemuda itu mohon undur diri kemudian pulang ke rumahnya dengan seribu persoalan yang berlegar-legar dibenak kepalanya.

Sebagai seorang muslim taat yang baru hendak menjinak-jinakkan diri dengan dunia tasawuf, si pemuda berasa keliru dengan jawaban yang diberikan oleh sang ulama hakikat. Setahu beliau pelajaran tasawuf itu bersangkutan dengan ilmu hakikat dan ma’rifat. Mendengar jawapan daripada sang ulama hakikat itu membuatkan si pemuda berasa takut untuk meneruskan pelajaran tasawuf dengan gurunya dan mengambil keputusan untuk tidak lagi berguru dengan guru tasawufnya lantas mengambil keputusan untuk berguru dengan sang ulama syariat. Beliau mulai meragui perjalanan ilmu hakikat dan dalam hati beliau bergumam..

“Kalau nak dibandingkan dari segi akhlak pun akhlak sang ulama syariat lebih bagus daripada akhlak sang ulama hakikat. Walaupun sang ulama syariat hidup dalam keadaan sederhana namun aku dijemput masuk ke dalam rumahnya lantas dijamu dengan makanan yang enak berbanding sang ulama hakikat yang kedekut.. sudahlah tidak dijemput masuk ke dalam rumahnya, setitik air pun tidak diberinya malah dengan dirinya sahaja pun sudah kedekut. Lihat sahaja pakaiannya yang lusuh itu.”

Keesokkannya, si pemuda dengan tergesa-gesa menuju ke rumah sang ulama syariat dan menceritakan kepada beliau hasil dialognya dengan sang ulama hakikat. Mendengar penjelasan si pemuda, sang ulama syariat berasa marah lantas mengarahkan anak-anak muridnya untuk menangkap sang ulama hakikat. Maka dengan sekejap sahaja penduduk kampung itu digemparkan dengan cerita bahawa sang ulama hakikat itu telah membawa ilmu sesat dikampung itu.

Sang ulama hakikat dapat ditangkap dengan bantuan orang-orang kampung. Tangannya diikat dibelakang lalu dipaksa untuk berjalan. Kelihatan terdapat segelintir dari orang-orang kampung yang bertindak memukul muka dan badan beliau serta tidak kurang juga ada yang melempari beliau dengan batu-batu kecil kerana tidak dapat menahan rasa marah. Pun begitu sang ulama hakikat tetap berdiam namun air matanya tak henti-henti mengalir. Mungkin beliau menahan sakit.

Tiba dihalaman rumah sang ulama syariat lalu dengan kasar tubuh sang ulama hakikat yang sudah tua itu ditolak dengan keras lantas beliau terdorong ke depan lalu jatuh tersungkur. Si pemuda yang sedari tadi menunggu dirumah sang ulama syariat terkejut dengan situasi itu. Beliau tidak menyangka sampai begitu malang nasib yang menimpa sang ulama hakikat sehingga diperlaku begitu. Namun apalah dayanya untuk mengekang kemarahan orang-orang kampung yang sedang meluap-luap itu. Kemudian setelah meredakan suasana, sang ulama syariat menghampiri sang ulama hakikat lalu bertanya kepada beliau..

“Benarkah anda menjawab ‘Allah itu tidak berkuasa dan sembahyang itu hukumnya adalah haram’ sebagai menjawab pertanya pemuda ini?” sambil jari telunjuknya diarahkan tepat pada si pemuda.

Dengan tenang sang ulama hakikat menjawab “Ya”.

Kemudian sang ulama syariat bertanya lagi.

“Adakah anda masih dengan pendirian anda atau anda mahu bertaubat?”

Tanya sang ulama syariat tegas. Lalu dijawab dengan tenang oleh sang ulama hakikat..

“Untuk kesalahan yang mana lalu saya perlu bertaubat wahai hakim?”

“Untuk kesalahan anda yang mengatakan Allah tidak berkuasa dan sembahyang itu hukumnya haram!”

“Oh begitu.. beginilah tuan hakim, pada saya jawapan saya itulah yang teramat benar namun jika tuan hakim tidak menyetujuinya tidak apa-apa dan terserahlah kepada kebijaksanaan tuan hakim untuk mengadili saya kerana tuan adalah hakim dinegeri ini.”

Habis sahaja sang ulama hakikat berkata begitu lantas beliau dilempari dengan puluhan sepatu oleh penduduk kampung dan ada juga yang berteriak agar beliau dibunuh. Sang ulama syariat terdiam dan merenung dalam seolah-olah memikirkan sesuatu yang berat. Akhirnya sang ulama syariat membuat keputusan agar sang ulama hakikat diberi tempoh sehingga esok untuk bertaubat dan jika tidak beliau akan dihukum bunuh. Setelah itu sang ulama hakikat diikat pada sebatang pokok nangka yang berada dihalaman rumah sang ulama syariat dalam posisi duduk menghadap kiblat sambil dikawal oleh beberapa orang-orang kampung.

Kini, saatnya pun telah tiba namun sang ulama hakikat tetap tidak mahu bertaubat daripada pendiriannya. Ramai yang merasa pelik dengan pendirian sang ulama hakikat dan yang lebih kusut lagi ialah fikiran si pemuda itu. Tiba-tiba si pemuda merasa kasihan dan merasa bersalah mengenang keadaan malang yang menimpa sang ulama hakikat adalah hasil daripada perbuatannya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Perlahan-lahan si pemuda mendekati sang ulama hakikat untuk memohon maaf. Aneh.. kelihatan sang ulama hakikat itu hanya tersenyum dan dengan senang hati mahu memaafkan si pemuda. Ketika si pemuda itu mahu beredar tiba-tiba ia mendengar sang ulama hakikat membacakan sepotong ayat Al Quran dengan nada yang riang..

“Wa qul jaa alhaq wazahaqol baathil innal baathila kana zahuuqo.”

Ucap beliau berulang-ulang sambil memandang kearah seseorang lantas mukanya tiba-tiba kelihatan berseri-seri dalam senyuman yang menggembirakan. Si pemuda lantas menoleh kearah orang itu dan apa yang beliau lihat ialah kelibat bekas guru tasawuf beliau diantara celahan penduduk kampung yang ingin menyaksikan hukuman pancung yang bakal dijalankan. Tak lama kemudian hukuman bunuh pun dilaksanakan maka tamatlah riwayat sang ulama hakikat dibawah mata pedang sang algojo. Seluruh penduduk kampung bersorak gembira tanda kemenangan dipihak mereka yang berjaya membunuh seorang pembawa ajaran sesat.

Selang beberapa hari oleh kerana rasa ingin tahu yang meluap-luap maka si pemuda bersegera mengadap bekas guru tasawufnya. Si pemuda berasa hairan mengapa sang ulama hakikat membacakan ayat 81 daripada surah al-Isra’ seraya melihat kelibat bekas guru tasawufnya itu?.

“Wahai muridku, marilah duduk dihadapanku ini.”

Ujar guru tasawuf seraya melihat kedatangan muridnya itu. Si pemuda terkedu.. tidak tahu apa yang hendak dikatakan. Fikiran terasa kosong dan segala persoalan yang hendak diajukan terasa tiba-tiba hilang entah tertinggal dimana.

“Baiklah muridku, atas persoalanmu yang dahulu itu maka akan aku jawab sekarang ini.”

Lembut sahaja bicaranya.

“Adapun persoalanmu tentang perbezaan antara orang-orang syariat dan orang-orang hakikat dalam memahami agama Islam akan aku jawab seperti berikut. Yang pertama, orang syariat akan menjawab setiap persoalan melalui ‘bahasa’ ilmu syariat manakala orang hakikat akan menjawab setiap persoalan melalui ‘bahasa’ ilmu hakikat. Jawaban sang ulama syariat adalah benar menurut ‘bahasa’ ilmu syariat dan jawaban sang ulama hakikat juga benar menurut ‘bahasa’ ilmu hakikat.”

“bagaimana begitu wahai tuan guru?” Tanya si pemuda.

“Begini… adalah benar apabila sang ulama hakikat memberitahu kamu bahawa Allah itu tidak berkuasa sebab melalui peraturan ilmu hakikat, perkataan ‘Allah’ itu adalah dirujuk semata-mata sebagai isim bagi zat tuhan kita sahaja. Ini bermakna yang berkuasa pada hakikatnya adalah zat tuhan kita dan bukannya yang berkuasa itu isimNya. Perkataan ‘Allah’ itu pada hakikatnya adalah gelar bagi zat tuhan kita. Adapun gelaran itu hakikatnya adalah khabar maka khabar tiada ain wujud. Jika sesuatu itu tiada ain wujudnya maka mustahil dikatakan ia mempunyai kuasa. Adakah kamu faham?”

Si pemuda mengangguk lemah sambil merenung lantai.

“Adalah sesuatu yang benar juga apabila sang ulama hakikat memberitahu kamu bahawa sembahyang itu hukumnya adalah haram.”

“bagaimana begitu wahai tuan guru?” Tanya si pemuda.

“Begini… sebenarnya tiada ibadat sembah-menyembah dalam agama Islam namun yang ada Cuma ibadat solat. Ya, ianya adalah solat dan bukannya sembahyang. Cuba kamu fahamkan betul-betul maksud firman Allah dalam surah al-Kafirun ayat 6 yang bermaksud “Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku”. Ini menunjukkan cara ibadat orang kafir tidak sama langsung dengan cara ibadat orang muslim. Perkataan sembahyang itu adalah asalnya terbit daripada upacara ibadat masyarakat hindu-budha untuk menyembah tuhan yang bernama Hyang. Maka upacara ibadat itu dinamakan upacara sembahHyang. Solat itu bukan sembah dan tuhan kita bukannya Hyang tetapi Allah. Jadi kita sebagai orang muslim adalah haram sembahHyang kerana itu adalah ibadat penganut hindu-budha. Sesungguhnya solat itu bukan sembah tetapi solat itu ialah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW yang bermaksud, “Apabila seseorang kamu sedang solat sesungguhnya dia sedang berbicara dengan tuhannya…”.

Si pemuda semakin tertunduk.

“Jadi, adakah kamu sudah faham mengapa sang ulama hakikat itu berkata bahawa Allah itu tidak berkuasa dan sembahyang itu hukumnya adalah haram?”

“Ya tuan guru, sekarang barulah jelas.”

“Yang kedua, orang-orang syariat mempelajari ilmu-ilmu hukum maka mereka menyelesaikan sesuatu masalah juga dengan hukum sementara orang-orang hakikat mempelajari ilmu-ilmu ma’rifatullah maka mereka menyelesaikan sesuatu masalah juga dengan Allah.”

Ketika ini lamunan si pemuda menyorot kembali peristiwa yang telah berlaku dimana kata-kata guru tasawuf itu ada benarnya juga. Memang benar sang ulama syariat telah menyelesaikan masalah yang berlaku dengan hukuman bunuh terhadap sang ulama hakikat sedang sang ulama hakikat menyelesaikan masalah antara dia dan si pemuda itu dengan kemaafan sesuai dengan sifat tuhan yang Maha Pemaaf dan Maha Pengampun.

“Adapun persoalanmu tentang kenapa ilmu hakikat tidak berkembang-luas maka akan aku jawab seperti berikut. Tidak berkembang-luasnya ilmu hakikat adalah disebabkan masih adanya orang-orang yang seperti kamu!”

Bentak sang guru tasawuf yang membuatkan darah si pemuda berderau.

“bagaimana begitu wahai tuan guru?” Tanya si pemuda.

“Kerana kejahilan kamu dalam memahami hal-ehwal hakikat terus sahaja kamu tanpa usul periksa menghukum sang ulama hakikat sebagai tidak betul dan berburuk sangka terhadap beliau lalu kamu memfitnahi beliau dihadapan sang ulama syariat sehingga sang ulama hakikat tertangkap lalu diseksa dan dipancung oleh kalian. Jika semua ulama hakikat sewenang-wenangnya dibunuh tanpa usul periksa justeru kerana itulah ilmu hakikat tidak berkembang-luas.”

“Tapi tuan guru, bagaimana saya tidak terkhilaf sedang akhlak sang ulama hakikat itu tidak mencerminkan beliau sebagai orang yang beragama! Sang ulama hakikat langsung tidak menjemputku masuk ke dalam rumahnya yang besar lagi mewah itu dan langsung tidak memberiku walau setitik air bahkan dengan dirinya sahaja pun amat kedekut. Lihat sahaja pakaiannya yang lusuh itu.”

“Awas lidahmu dalam berkata-kata wahai anak muda! Telahku katakan tadi bahawa kamu memiliki sifat buruk sangka. Ketahuilah bahawa rumah besar lagi mewah yang kamu lihat itu bukanlah milik sang ulama hakikat tersebut sebaliknya adalah milik majikan beliau dan beliau hanya mengambil upah sebagai tukang kebun disitu. Adapun pakaiannya yang lusuh itu maka itu sahajalah harta benda yang beliau ada dan beliau hidup hanya untuk mengabdikan dirinya kepada Allah.”

“Bagaimana tuan guru boleh tahu segala yang terperinci tentang sang ulama hakikat itu?”

Tanya si pemuda hairan.

“Kerana orang yang kalian bunuh itu adalah guru tasawufku maka dengan itu sebutir lagi permata yang indah telah hilang. Telahku jawab semua persoalanmu maka pergilah kamu kepangkuan guru syariatmu iaitu sang ulama syariat.”

Si pemuda itu terkejut lantas berkata…

“Tapi wahai guruku, aku telah insaf dan ingin kembali berguru denganmu wahai guruku.. terimalah aku kembali wahai guruku!!”

“Ketahuilah wahai anak muda, aku enggan mengambilmu adalah semata-mata kerana keselamatanmu dan bukan kerana aku membencimu.”

“Aku tidak faham akan maksud tuan guru??”

“Pergi sahajalah kembali kepangkuan sang ulama syariat kerana kamu akan selamat disana dan jangan kamu sesekali mengaku aku adalah gurumu kelak kamu akan mengerti akan maksud tindakanku ini.”

Dengan hati yang berat dan sayu si pemuda berjalan menuju ke rumah sang ulama syariat untuk berguru dengannya dan beliau diterima sebagai murid. Selang beberapa hari, keadaan kampung tiba-tiba kecoh kembali. Dengar khabarnya seorang lagi pengamal ilmu sesat telah ditangkap dan kali ini pengamal ajaran sesat itu berasal dari kampung sebelah. Dari kejauhan kelihatan berbondong-bondong orang ramai sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sang ulama syariat sambil menyungsung seorang lelaki yang telah dikenalpasti sebagai pengamal atau guru ajaran sesat. Dari jauh si pemuda dapat saksikan lelaki itu dipukul dan ditendang malah ada yang membalingnya dengan batu-batu kecil sehingga pakaiannya koyak-rabak. Rupa-rupanya lelaki yang pakaiannya telah koyak-rabak itu adalah sang guru tasawufnya.

Maka mengertilah si pemuda itu akan maksud tindakkan sang guru tasawuf yang tidak mahu mengambil beliau sebagai anak murid dan beliau hanya mampu mengalirkan air mata sambil menahan sebak melihat sang guru tasawuf itu diperlakukan seperti itu. Esoknya hukuman pancung terhadap sang guru tasawuf itu dilaksanakan maka sebutir lagi permata yang indah telah hilang sirna dari negeri itu……… Didalam hati si pemuda merintih..

“Ya Allah.. berapa ramaikah lagi ahli tasawuf yang mesti dikorbankan semata-mata mahu membuatkan aku mengerti mengapa ilmu hakikat tidak dapat berkembang-luas? Cukup Ya Allah cukup kerana sekarang aku sudah mengerti….”