Ketika Nama-Nama BELUM ADA
Pun ketika tidak ada tanda WUJUD DIBERI NAMA
Dengan kemunculan ku – NAMA-NAMA
Dan YANG DIBERI NAMA, terlihat JADINYA
Pada hari itu ketika belum ada 'AKU' dan 'KITA'
Satu-satunya isyarat penyingkap RAHSIA-Nya
IALAH TANDA-TANDA-Nya YANG DILIPUTI KEINDAHAN ...
Namun, TANDA-TANDA-Nya itu pun BELUM ADA ...
Maka ku cari IA di PALANG SALIB dan IMAN orang Nasrani
Dengan susah payah ku cari IA
Namun ternyata IA tiada di PALANG SALIB ...
Ku kunjungi CANDI Hindu dan PAGODA lama
Juga tidak ada TANDA apa pun di sana ...
Ke puncak HERAT aku pergi, ke KANDAHAR ku cari
Ia tak ada di tempat yang RENDAH mahu pun TINGGI
Akhirnya aku pun pergi ke puncak GUNUNG QAF
Yang ku lihat hanya kediaman burung ANQA
Ku pergi ke KA'BAH di MAKKAH, JUGA TIDAK DI SANA IA
IA tak ada di tempat orang TUA dan MUDA, BERLINDUNG
Ku tanya IBNU SINA pendekar falsafah yang ulung
Ah, tempat itu pun TAK TERCAPAI OLEH FIKIRAN Ibnu Sina ...
Ku BELOK haluan dan pergi ke tempat YANG LEBIH JAUH lagi
Ia tak ada di ISTANA yang dipuji SETINGGI LANGIT
Akhirnya aku pergi KE DALAM HATI KU SENDIRI
Ya, di sana aku MELIHAT-Nya, tidak di tempat lain ...
~ Maulana Jalaludin Ar-Rumi ~
Sunday, 5 January 2014
Maksud Selawat
Makna Perkataan “Selawat”
- Perkataan Selawat ( Bahasa 'Arab : الصلوات ) diambil dari perkataan Solat ( Bahasa 'Arab : الصلاة ), doa, pujian.
- Telah berkata Al-Bukhariy : Telah berkata Abu `Aliyah :
- Selawat Allah Subhanahu wata`ala ialah Pujian-Nya di sisi para Malaikat.
- Dan Selawat Malaikat ialah Doa.
- Dan Selawat orang Mu’min ialah Memohon Rahmat daripada Allah ke atas Nabi Muhammad S.A.W.
Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersalawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi (Muhammad S.A.W). Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan.
[QS. Al-Ahzab : 56]
Saturday, 4 January 2014
Kenapa nama Dar Al Mustofa ?
DAR AL MUSTOFA, TARIM, YEMEN

Kenapa Dar Al Mustofa dinamakan "Dar" yang maknanya 'rumah' tidak dinamakan "Ma'ahad/Jami'ah" dan sebagainya? Ini kerana ia dihuni oleh Al-Mustofa S.A.W. begitu juga dengan Dar Al Zahra
Kalam Al-Allamah Ad-DaieIlallah Al-Habib Umar Al-Hafidz
Semoga Kita Semua di Takdirkan Allah bisa berada di Bumi Tarim, Bumi sejuta wali ... aamiin
.
Karomah Syeikh Kholil Bengkalan
KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin
Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai
Abdullah bin Sayid Sulaiman.
Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu
putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam
(Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin
al-Kubra.
KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir
1235 Hijrahatau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa
Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa
Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh
ayah Beliau. Setelah menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok
pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai
Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren
Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke
Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke
Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini
beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7
kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih
mempunyai pertalian keluarga dengannya.
Sewaktu menjadi Santri
KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah
Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau juga seorang
hafiz al-Quran . Beliau mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah
(tujuh cara membaca al-Quran).
Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KH
Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri
belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama Indonesia dari
Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan
ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad
al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa
sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan
Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). KH.Muhammad
Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasym
Asy’ari,KH.Wahab Hasbullah dan KH.Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama
Dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama Rekannya, dan KH.Muhammad
KHolil yang dituakan dan dimuliakan di antara mereka.
Sewaktu
berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH.Muhammad
Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang
diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah
timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani,
Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang)
menyusun kaidah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab
yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf
Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan
bahasa Melayu.
Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa
pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah,
beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu
lainnya.
Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah
diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan
pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut
dari desa kelahirannya. KH. Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang
ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan
maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada
zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang
tidak seagama dengan yang dianutnya.
Beliau dan keseluruhan
suku bangsa Madura seratus persen memeluk agama Islam, sedangkan bangsa
Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan
keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya
Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang,
memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok
pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah
ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang
yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh
ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaan lainnya yang terlibat memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan
dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri.
KH.Ghozi menambahkan,
dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil, sapan KH Kholill bersama
kiai-kiai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Wahab Chasbullah
dan Mbah Abas Buntet Cirebon, mengerahkan semua kekuatan gaibnya untuk
melawan tentara Sekutu.
Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan
semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern.
Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa
difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar.
Tak ketinggalan,
Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan
pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang,
konsentrasi lawan buyar.
Saat konsentrasi lawan buyar itulah,
pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan
peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya
super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya
itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH Wahab
Chasbullah ini.
Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.
Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat
berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata.
”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita kh Ghozi.
Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju.
Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang
nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat
perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.
”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian,
Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan
nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam
sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar kh
Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.
di
antara sekian banyak murid Kh Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup
menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia
ialah Kh Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang,
dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah
(pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri
Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum
(pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali
Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang);
dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren
Asembagus, Situbondo). (sufismenews.blogspot.com)
Biografi KH. Muhammad Kholil Bangkalan
![]() |
Muhammad Khalil Al Maduri
(1235 – 1341 H / 1820 – 1923 M)
|
Tak pernah malu belajar, kendati
gurunya sangat jauh lebih muda darinya. Dari Syekh Ahmad al-Fathani yang
seusia anaknya, ia belajar ilmu nahwu dan mengembangkannya di Tanah
Air.
Nama lengkapnya adalah Kiai
Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiai Hamim bin
Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiai
Abdullah bin Sayid Sulaiman. Nama terakhir dalam silsilahnya, Sayid
Sulaiman, adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, salah
satu dari sembilan Wali Songo.
Kiai
Muhammad Khalil dilahirkan pada 11 Jamadil akhir 1235 Hijrah atau 27
Januari 1820 di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan,
Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Dia berasal dari
keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada
keluarga. Menjelang usia dewasa, ia dikirim ke berbagai pondok
pesantren untuk menimba ilmu agama.
Sekitar
1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiai Muhammad Khalil
belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban,
Jawa Timur. Dari Langitan, ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan,
Bangil, Pasuruan, dan Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di
pondok-pesantren ini, ia belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang
menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi.
Saat
menjadi santri, Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matan dan
yang ia kuasai dengan baik adalah matan Alfiyah Ibnu Malik yang terdiri
dari 1.000 bait mengenai ilmu nahwu. Selain itu, ia adalah seorang
hafidz (hafal Alquran) dengan tujuh cara membacanya (kiraah).
Pada
1276 Hijrah 1859, Kiai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke
Makkah. Di sana, ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani.
Ulama-ulama Melayu di Makkah yang seangkatan dengannya adalah Syekh
Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masehi), Syekh Muhammad Zain
bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 Hijrah/1817 Masehi), Syekh Abdul
Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234 Hijrah/1818 Masehi), dan Kiai
Umar bin Muhammad Saleh Semarang.
Ia
adalah orang yang tak pernah lelah belajar. Kendati sang guru lebih
muda, namun jika secara keilmuan dianggap mumpuni, maka ia akan hormat
dan tekun mempelajari ilmu yang diberikan sang guru. Di antara gurunya
di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Fathani. Usianya hampir seumur anaknya.
Namun karena tawaduknya, Kiai Muhammad Khalil menjadi santri ulama
asal Patani ini.
Kiai Muhammad
Khalil Al-Maduri termasuk generasi pertama mengajar karya Syeikh Ahmad
al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani, yaitu kitab tentang nahwu
dalam bahasa Arab, di pondok pesantrennya di Bangkalan. Karya Syekh
Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian berpengaruh dalam pengajian
ilmu nahwu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga sekarang masih
banyak pondok pesantren tradisional di Jawa dan Madura yang mengajarkan
kitab itu.
Kiai Muhammad Khalil
juga belajar ilmu tarikat kepada beberapa orang ulama tarikat yang
terkenal di Mekah pada zaman itu, di antaranya Syekh Ahmad Khatib
Sambas. Tarikat Naqsyabandiyah diterimanya dari Sayid Muhammad Shalih
az-Zawawi.
Sewaktu berada di Makkah,
ia mencari nafkah dengan menyalin risalah-risalah yang diperlukan para
pelajar di sana. Itu pula yang mengilhaminya menyususn kaidah-kaidah
penulisan huruf Pegon bersama dua ulama lain, yaitu Syekh Nawawi
al-Bantani dan Syekh Saleh as-Samarani. Huruf Pegon ialah tulisan Arab
yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf
Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan
bahasa Melayu.
Sepulang dari
Makkah, ia tersohor sebagai ahli nahwu, fikih, dan tarikat di tanah
Jawa. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah
diperolehnya, Kiai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok
pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah barat laut dari
desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan
pimpinannya kepada anak saudaranya, sekaligus adalah menantunya, yaitu
Kiai Muntaha. Kiyai Muntaha ini kawin dengan anak Kiyai Muhammad Khalil
bernama sendiri mengasuh pondok pesantren lain di Bangkalan.
Kiai
Muhammad Khalil juga pejuang di zamannya. memang, saat pulang ke Tanah
Air ia sudah uzur. Yang dilakukannya adalah dengan pengkader para
pemuda pejuang di pesantrennya untuk berjuang membela negara. Di antara
para santrinya itu adalah :
- 1. KH Hasyim Asy’ari (Pendiri Pondok-Pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas berdirinya Nahdhatul Ulama),
- 2. KH Abdul Wahhab Hasbullah (Pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang);
- 3. KH Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar)
- 4. KH Ma’shum (Pendiri Pondok Pesantren Lasem Rembang).
- 5. KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang).
- 6. KH. Muhammad Hasan Genggong (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong).
- 7. KHR. Syamsul Arifin (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo).
- 8. KHR. As’ad Syamsul `Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo).
- 9. KH. Muhammad Shiddiq (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah Jember ).
- 10. KH. Zaini Mun’im (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo).
- 11. KH. Abdullah Mubarak (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya).
- 12. KH. Asy’ari (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tholabah Wonosari Bondowoso).
- 13. KH. Abi Sujak (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung, Sumenep).
- 14. KH. Abdul Aziz Ali Wafa (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul ‘Ulum Jember ).
- 15. KH. Masykur (Banyak berkiprah di bidang politik dan kenegaraan. Menjadi Panglima Sabilillah, Ketua Umum PBNU).
- 16. KH. Asmuni (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Asmuni Tarateh Sumenep).
- 17. KH. Karimullah (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Taman, Bondowoso, sekarang dikenal dengan Pondok Pesantren Miftahul Ulum).
- 18. KH. Abdul Karim (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboya Kediri ).
- 19. KH. Munawwir (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta ).
- 20. KH. Khozin (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo ).
- 21. KH. Nawawi Bin KH. Nur Hasan (Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ).
- 22. KH. Abdullah Faqih Bin Umar (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Cemoro Rogojampi Banyuwangi ).
- 23. KH. Yasin Bin Rais (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Sunniyah Pasuruan ).
- 24. KH. Tholhah Rawi (Penerus, Pengasuh Pondok Pesantren Sumur Nangka Mudung ).
- 25. Kh. Abdul Fatah (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fatah Tulungagung ).
- 26. KH. Ridwan Bin Ahmad (Sedayu Gresik, Hafidz Al-Qur’an, Pakar Ilmu Hisab )
- 27. KH. Ahmad Qusyairi (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pasuruan ).
- 28. Kh. Ramli Tamim (Penerus, Pengasuh Pondok Pesantren Darul ’Ulum Paterongan Jombang ).
- 29. KH. Ridwan Abdullah ( Pencipta Lambang NU ).
- 30. KH. Abdul hamid bin Itsbat (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Darul ’Ulum Banyuanyar Pamekasan Madura ).
- 31. KH. Abdul Madjid bin KH. Abdul Hamid (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul ’Ulum Bata-bata Pamekasan Madura ).
- 32. KH. Muhammad Thoha Jamaluddin (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Simbergayam Pamekasan Madura ).
- 33. KH. Djazuli Utsman (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri ).
- 34. KH. Hasan Musthofa ( Garut, Jawa Barat ).
- 35. KHR. Faqih Maskumambang ( Gresik Jawa Timur ).
- 36. KH. Yatawi ( Puger Jember )
- 37. KH. Abdul Wahab (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Huda Penataban Banyuwangi ).
- 38. KH. Ma’ruf ( Kedunglo, Kediri Jawa Timur ).
- 39. KH. Harun (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Darun Najah Tukangkayu Banyuwangi ).
- 40. KH. Moh. Hasan Abdullah (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Hikmatul Hasan Kalipuro Banyuwangi ).
- 41. KH. R. Abbas Hasan (Pendiri Pondok Pesantren Al-Azhar Tugung, Sempu-Banyuwangi)
- 42. Dr. Ir. Soekarno ( Proklamtor Kemerdekaan Indonesia, Presiden RI Pertama ) Meskipun Bung Karno tidak resmi sebagai santri, namun ketika sowan ke Bangkalan Kiai Kholil meniup ubun-ubunnya.
- 43. Sayyid Ali Bafaqih ( Negara Bali )
Dan
masih banyak lagi para santri yang belum sempat ditulis melalui media
ini. Kiai Muhammad Khalil al-Maduri wafat dalam usia yang lanjut, 106
tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 14 Mei
1923 Masehi.
Sumber : Biorafi dan Karomah Kiai Kholil Bangkalan – Saifur Rachman – Pustaka Ciganjur
Friday, 3 January 2014
Keberkatan Bersama Shiddiqin
Di ceritakan oleh AL HABIB MUNZIR AL MUSAWA,

Ketika gunung Uhud berguncang , Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tenanglah wahai Uhud sesungguhnya di atasmu ada nabi , shiddiq , dan dua orang syahid “
Mereka adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alihi wasallam ,sayyidina Abi Bakr As Shiddiq , sayyidina Umar bin Khattab dan sayyidina Utsman bin Affan Radiyallahu ‘anhum , namun nabi tidak menyebut namanya , tidak menyebut ada Abu Bakr , Umar dan Utsman tetapi beliau menyebut dengan “ Nabiy , Shiddiq , Syahiidan “. Kalau Shiddiq berarti bukan Abu Bakr As Shiddiq saja , siapapun para shiddiqin yang berkesinambungan dari masa ke masa , maka dengan keberadaan seorang As Shiddiq di atas sebuah gunung maka tidak pantas gunung itu berguncang dengan instruksi nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .
Maka yang seharusnya ada musibah yang terjadi akan menjadi jauh dengan keberadaan para shiddiqin yaitu orang yang bersungguh-sungguh dalam mencapai keridhaan Allah mereka adalah para wali Allah ,Ulama , dan Shalihin .
“Tenanglah wahai Uhud sesungguhnya di atasmu ada nabi , shiddiq , dan dua orang syahid “
Mereka adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alihi wasallam ,sayyidina Abi Bakr As Shiddiq , sayyidina Umar bin Khattab dan sayyidina Utsman bin Affan Radiyallahu ‘anhum , namun nabi tidak menyebut namanya , tidak menyebut ada Abu Bakr , Umar dan Utsman tetapi beliau menyebut dengan “ Nabiy , Shiddiq , Syahiidan “. Kalau Shiddiq berarti bukan Abu Bakr As Shiddiq saja , siapapun para shiddiqin yang berkesinambungan dari masa ke masa , maka dengan keberadaan seorang As Shiddiq di atas sebuah gunung maka tidak pantas gunung itu berguncang dengan instruksi nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .
Maka yang seharusnya ada musibah yang terjadi akan menjadi jauh dengan keberadaan para shiddiqin yaitu orang yang bersungguh-sungguh dalam mencapai keridhaan Allah mereka adalah para wali Allah ,Ulama , dan Shalihin .
Budi Pekerti Guru Mulia Al Habib Umar Ben Hafidz
BUDI PEKERTI GURU MULIA AL MUSNID AL-HABIB UMAR BIN HAFIDH SEHARI-HARI
Dari Al Marhum Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengatakan:
Beliau itu adalah panutan yang sangat indah, selama tahun 93, dan awal 94, saat itu saya meninggalkan Jakarta untuk belajar dengan beliau di Yaman, selama 4 tahun dalam tarbiyah bersama beliau. Saya tidak pernah menemukan BUDI PEKERTI YANG SANGAT INDAH DAN SERASI DENGAN NABI MUHAMMAD SAW,sebagaimana yang saya lihat pada pribadi beliau.
Semua yang saya lihat pada kitab kitab Ahaditsun Nabawy tentang:
- budi pekerti Rasul
- cara duduknya
- cara jalannya
- cara bicaranya -cara tidurnya
- cara segala galanya
TERNYATA ADA PADA SOSOK GURU MULIA KITA (Al- Musnid Al-Habib Umar bin Hafidh). Jadi ternyata bukan kitab saja yg berbicara, ada sosoknya yang jelas terlihat.
Kalau hadistnya begini Rasulullah saw, ternyata saya lihat ada pada beliau, dan demikian dan demikian.Demikian budi pekerti yang sangat indah, dan beliau orang yang sangat ramah kepada semua orang, bahkan ketika salah seorang:
- anti maulid
- tidak suka maulid
- benci kepada beliau
- selalu mencela beliau
Sekali waktu bertemu dengan beliau disalah satu acara. Lantas beliau mengambil tangan orang itu lalu menciumnya. Maka orang itupun menangis: "Saya benci orang ini seumur hidup saya, anak saya juga tidak cium tangan saya, tapi ulama ini cium tangan saya" Meruntuhkan kebencian kepada beliau, dan berbalik menjadi orang yang sangat mencintai beliau. Kejadian seperti ini sangat banyak terjadi. Demikian indahnya budi pekerti yang luhur dan mulia guru mulia kita.
Dari Al Marhum Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengatakan:
Beliau itu adalah panutan yang sangat indah, selama tahun 93, dan awal 94, saat itu saya meninggalkan Jakarta untuk belajar dengan beliau di Yaman, selama 4 tahun dalam tarbiyah bersama beliau. Saya tidak pernah menemukan BUDI PEKERTI YANG SANGAT INDAH DAN SERASI DENGAN NABI MUHAMMAD SAW,sebagaimana yang saya lihat pada pribadi beliau.
Semua yang saya lihat pada kitab kitab Ahaditsun Nabawy tentang:
- budi pekerti Rasul
- cara duduknya
- cara jalannya
- cara bicaranya -cara tidurnya
- cara segala galanya

TERNYATA ADA PADA SOSOK GURU MULIA KITA (Al- Musnid Al-Habib Umar bin Hafidh). Jadi ternyata bukan kitab saja yg berbicara, ada sosoknya yang jelas terlihat.
Kalau hadistnya begini Rasulullah saw, ternyata saya lihat ada pada beliau, dan demikian dan demikian.Demikian budi pekerti yang sangat indah, dan beliau orang yang sangat ramah kepada semua orang, bahkan ketika salah seorang:
- anti maulid
- tidak suka maulid
- benci kepada beliau
- selalu mencela beliau
Sekali waktu bertemu dengan beliau disalah satu acara. Lantas beliau mengambil tangan orang itu lalu menciumnya. Maka orang itupun menangis: "Saya benci orang ini seumur hidup saya, anak saya juga tidak cium tangan saya, tapi ulama ini cium tangan saya" Meruntuhkan kebencian kepada beliau, dan berbalik menjadi orang yang sangat mencintai beliau. Kejadian seperti ini sangat banyak terjadi. Demikian indahnya budi pekerti yang luhur dan mulia guru mulia kita.
Lebah Bersholawat Kepada Nabi SAW
Pada suatu hari, Nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wasallam dan Amirul Mukminin sayyidina Ali kw duduk
ditengah kebun kurma, lalu ada seekor lebah yang terbang disekeliling
Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw berkata, “Wahai Ali tahukah apa yang dikatakan oleh lebah ini?”
Sayyidina Ali kw berkata, “Tidak.”
Nabi Muhammad saw Berkata, “Lebah ini hari ini mengundang kita sebagai tamunya, dan berkata bahwa dia telah menyediakan madu disuatu tempat,
kemudian diutuslah Amirul Mukminin untuk mengambilnya dari tempat itu.”
Amirul Mukminin bangkit dan mengambil madu dari tempat tersebut.
Nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wasallam kemudian berkata, ”Wahai lebah ! Makanan kalian berasal dari bunga-bunga yang pahit, lalu apa yang menyebabkan dia berubah menjadi madu yang manis?”
Lebah berkata, ”Wahai Rasulullah! Manisnya madu ini berkah sholawat kepada Anda dan keluarga Anda,karena setiap kali kami menghisap sari bunga, saat itu pula kami menerima ilham untuk bersholawat tiga kali kepada Anda. Dan ketika kami mengucapkan:
"Allahumma Sholli Ala Muhammad Wa ‘ala Aali Muhammad"
”Ya Allah limpahkanlah sholawatMu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,”
Maka berkat shalawat kepada Anda itu, madu kami menjadi manis.”
Rasulullah bersabda: "PERBANYAKLAH MEMBACA SHALAWAT UNTUKKU PADA HARI & MALAM JUM'AT. BARANG SIAPA YANG MELAKSANAKANNYA, MAKA AKU AKAN MENJADI SAKSI & PEMBERI SYAFA'AT BAGINYA PADA HARI KIAMAT."
Semoga dengan memperbanyak sholawat pada jum'at ini kita akan mendapat syafaat kelak di hari kiamat sebagaimana hadist di atas.. Aamiin yaa Allah
Nabi Muhammad saw berkata, “Wahai Ali tahukah apa yang dikatakan oleh lebah ini?”
Sayyidina Ali kw berkata, “Tidak.”
Nabi Muhammad saw Berkata, “Lebah ini hari ini mengundang kita sebagai tamunya, dan berkata bahwa dia telah menyediakan madu disuatu tempat,
kemudian diutuslah Amirul Mukminin untuk mengambilnya dari tempat itu.”
Amirul Mukminin bangkit dan mengambil madu dari tempat tersebut.
Nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wasallam kemudian berkata, ”Wahai lebah ! Makanan kalian berasal dari bunga-bunga yang pahit, lalu apa yang menyebabkan dia berubah menjadi madu yang manis?”
Lebah berkata, ”Wahai Rasulullah! Manisnya madu ini berkah sholawat kepada Anda dan keluarga Anda,karena setiap kali kami menghisap sari bunga, saat itu pula kami menerima ilham untuk bersholawat tiga kali kepada Anda. Dan ketika kami mengucapkan:
"Allahumma Sholli Ala Muhammad Wa ‘ala Aali Muhammad"
”Ya Allah limpahkanlah sholawatMu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,”
Maka berkat shalawat kepada Anda itu, madu kami menjadi manis.”
Rasulullah bersabda: "PERBANYAKLAH MEMBACA SHALAWAT UNTUKKU PADA HARI & MALAM JUM'AT. BARANG SIAPA YANG MELAKSANAKANNYA, MAKA AKU AKAN MENJADI SAKSI & PEMBERI SYAFA'AT BAGINYA PADA HARI KIAMAT."
Semoga dengan memperbanyak sholawat pada jum'at ini kita akan mendapat syafaat kelak di hari kiamat sebagaimana hadist di atas.. Aamiin yaa Allah
Ya Hadi Sir Ruwaida
يَا حَا دِى سِر رُوَيدًا
يَا حَا دِى سِر رُوَيدًا وَانشُد اَمَامَ الرَّكبِ
فِى رَكبِ لِى عُرَيبٌ اَخَذُوا مَعَهُم قَلبِى
مَن لِى اِذَا اَخَذُوا لِى قَلبِى
سَتَتُو نِى فِى البَوَادِى اَخَذُوا مِنِّى فُؤَادِى
مَن لِى اِذَا اَخَذُوا لِى قَلبِى
فَنحُ يَا حُوَيدَ العِيسِ وَاَنزِل طَيبَةً بِالتَّقـدِ يسِ
تُحظَى المُنَى بِنَيلِ القُر بِ
رِفقًا رِفقًا بِى يَاحَا دِى رِفقًا رِفقًا بِفُؤَا دِى
مَن لِى اِذَا اَخَذُوا لِى قَلبِى
وَتَاَ دَّب فِى حِمَا هُم لاَوَلاَتَعشَق سِوَا هُم
فَهُمُ نِعمَ الشِّفَا لقَلبِى
يَااِلهِى يَا مُجِيبُ فَبِطَيبَةَ لِى حَبِيبُ
اَرجُويَشفَعُ لِى مِن ذَ نبِى
Subscribe to:
Posts (Atom)